Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presiden Israel Isaac Herzog Sebut Negaranya Berada di Ambang Perang Saudara

Presiden Israel telah memperingatkan bahwa negara Yahudi itu kini berada di ambang perang saudara karena munculnya usulan reformasi peradilan.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Presiden Israel Isaac Herzog Sebut Negaranya Berada di Ambang Perang Saudara
AFP/AMOS BEN GERSHOM
Presiden Israel Isaac Herzog telah memperingatkan bahwa negara Yahudi itu kini berada di ambang perang saudara karena munculnya usulan reformasi peradilan oleh pemerintah yang baru terpilih. Gambar selebaran yang diperoleh dari Kantor Pers Pemerintah Israel (GPO) menunjukkan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan (kanan) berjabat tangan dengan Presiden Israel Isaac Herzog (kiri) saat yang pertama menerima yang terakhir di ibu kota UEA, Abu Dhabi pada 30 Januari 2022. (Photo by Amos Ben GERSHOM / GPO / AFP) 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV - Presiden Israel Isaac Herzog telah memperingatkan bahwa negara Yahudi itu kini berada di ambang perang saudara karena munculnya usulan reformasi peradilan oleh pemerintah yang baru terpilih.

Di tengah berlangsungnya aksi protes nasional, Herzog mengajukan serangkaian reformasi alternatif, yang telah ditolak oleh Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.

"Mereka yang berpikir bahwa perang saudara yang nyata, dengan nyawa manusia, adalah perbatasan yang tidak akan kami lewati, sesungguhnya mereka tidak tahu bahwa jurang itu berada dalam jarak yang dekat. Dengan harga berapapun dan dengan cara apapun, saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi," kata Herzog dalam pidato videonya pada Rabu lalu.

Dikutip dari laman Russia Today, Jumat (17/3/2023), Israel telah diguncang oleh aksi protes yang dilakukan terus menerus sejak Netanyahu mengumumkan reformasi yang diusulkannya pada Januari 2023.

Baca juga: 3 Orang Terluka dalam Serangan Udara Israel di Suriah, Beberapa Rudal Dilumpuhkan

Perubahan hukum ini tidak hanya akan memungkinkan parlemen Israel untuk mengesampingkan keputusan Mahkamah Agung (MA) dengan suara mayoritas sederhana.

Namun juga akan memberi pemerintah lebih banyak kekuasaan dalam menunjuk hakim, dan akan membatasi kemampuan pengadilan untuk meninjau Undang-undang (UU) yang dianggapnya 'tidak masuk akal'.

Berita Rekomendasi

Parlemen Israel pada Selasa lalu memilih untuk memajukan RUU yang akan memungkinkan anggota parlemen untuk mengesampingkan keputusan.

Pemungutan suara dilakukan setelah ratusan ribu demonstran turun ke jalan-jalan di Tel Aviv, Yerusalem, Haifa, dan kota-kota Israel lainnya selama akhir pekan untuk menentang pengesahannya.

Herzog, yang perannya sebagian besar bersifat seremonial saja, menanggapinya dengan mengusulkan paket reformasi alternatif.

Rencana Herzog masih akan melarang pengadilan untuk meninjau UU yang dianggapnya 'tidak masuk akal', namun akan memungkinkannya membatalkan keputusan parlemen dengan mayoritas dua pertiga hakim.

Di antara kompromi lainnya, itu juga akan memungkinkan parlemen untuk mengesampingkan keputusan, namun hanya dengan persetujuan dari setidaknya satu cabang pemerintahan lainnya.

Di sisi lain, Netanyahu menolak rencana Herzog, dan mengatakan kepada wartawan bahwa itu 'hanya akan melanggengkan situasi yang ada'.

Baca juga: Pilot Elit Angkatan Udara Israel Ikut Mogok Menentang Kebijakan Reformasi Peradilan PM Netanyahu  

Penolakannya pun memicu aksi protes baru pada Rabu malam, saat para demonstran berkumpul di Bandara Ben Gurion di Tel Aviv dalam upaya untuk mengganggu rencana perjalanan Netanyahu ke Jerman.

Kritik terhadap Netanyahu berpendapat bahwa perubahan hukum akan memungkinkan Netanyahu memerintah secara otoriter, dan mengesahkan UU yang melindunginya dari penyelidikan korupsi yang sedang berlangsung.

Herzog berpihak pada para kritikus ini minggu lalu dan menyebut reformasi itu 'menindas' dan anti demokrasi.

Dalam seruan sebelum pemungutan suara pada Selasa lalu, ia menyatakan bahwa reformasi telah memicu 'krisis konstitusional dan sosial', dan harus ditinggalkan sebelum Israel menderita 'dampak diplomatik, ekonomi, sosial dan keamanan'.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas