Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak Drastis, Bagaimana dengan Indonesia? Amankah Mudik Lebaran?
Singapura sendiri termasuk yang paling terdampak saat puncak Covid-19 melanda dunia di tahun 2021 lalu.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus Covid-19 kembali meledak di negara tetangga Indonesia yakni Singapura.
Penyakit ini disebabkan infeksi Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2).
Gejala klinis yang muncul beragam, mulai flu biasa (batuk, pilek, nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri kepala) sampai yang berkomplikasi berat (pneumonia atau sepsis).
Singapura sendiri termasuk yang paling terdampak saat puncak Covid-19 melanda dunia di tahun 2021 lalu.
Menteri Kesehatan Ong Ye Kung pada Jumat (14/4/2023) menyampaikan gelombang ke-10 pandemi Covid-19 ini dipastikan sedang menerjang "Negeri Singa".
Gelombang pertama dalam setengah tahun terakhir muncul seiring melonjaknya angka harian kasus Covid-19 dari 1.400 bulan lalu menjadi 4.000 kasus sejak pekan lalu.
Baca juga: Update Covid-19 Hari Ini, Kasus Baru Bertambah 1.071, Total Kasus Aktif 8.259
Menteri Ong seperti dikutip media setempat melanjutkan, 30 persen kasus Covid-19 diidentifikasi sebagai infeksi kedua, lebih tinggi dari 20-25 persen pada gelombang sebelumnya.
Sama seperti gelombang yang melanda sejak awal 2022, kehidupan sehari-hari Singapura tidak berubah banyak, tetap normal seperti biasa.
Menteri Ong menuturkan sejauh ini tidak ada yang perlu dicemaskan dari meningkatnya kembali angka Covid-19 di Singapura ini.
Walau jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit naik dari 80 bulan lalu menjadi saat ini 220, angkanya tidak mengkhawatirkan karena sangat rendah dibanding ketika puncak pandemi melanda pada 2021.
Bahkan angka ini lebih kecil daripada jumlah pasien yang diopname karena penyakit yang tidak terkait dengan Covid-19.
Angka-angka itu menurut Ong hanya akan menjadi sekadar statistik, karena Singapura telah sukses hidup berdampingan dengan Covid-19 yang endemik sejak Maret 2022.
Satu hal yang pasti adalah Covid-19 tidak akan hilang begitu saja dan tetap akan berseliweran di tengah populasi manusia sama seperti virus flu.
Ketika tingkat kekebalan terhadap virus menurun dan imunitas vaksin memudar, maka wajar terjadi peningkatan jumlah penderita yang memicu gelombang baru.