20 WNI Diduga Jadi Korban Perdagangan Orang di Myanmar, Polri Lakukan Penyelidikan
Bareskrim Polri melakukan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) 20 pekerja migran Indonesia di Myanmar.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri melakukan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) 20 pekerja migran Indonesia di Myanmar.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro menyebut saat ini pihaknya masih berkoordinasi dengan instansi terkait.
"Kami sudah langsung koordinasi dengan kementerian terkait serta melakukan penyelidikan terkait TPPO," kata Djuhandhani kepada wartawan, Jumat (28/4/2023).
Djuhandhani menyebut semua stakeholder yang berkaitan tengah berkoordinasi untuk penanganan para korban tersebut.
"Berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi. Terus berkoordinasi dengan Kemenlu dan KBRI Yangon update penanganan para korban," tutur Djuhandani.
Untuk informasi, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menerima aduan dari 20 pekerja migran Indonesia (PMI) atau TKI di negara Myanmar.
Puluhan TKI itu diduga kuat merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dikirim ke negara tersebut.
Dari puluhan TKI tersebut, tiga di antaranya ada yang berasal dari Kabupaten Indramayu.
TKI lainnya ada yang berasal dari Jakarta, Sukabumi, Bekasi, hingga Medan.
Baca juga: MUI Minta Aparat Tangkap Oknum Pemerintah Pelaku TPPO di Batam
Tim Advokasi Dewan Pimpinan Nasional (DPN) SBMI pun bersama keluarga korban sudah melaporkan kasus tersebut ke Komnas HAM pada Jumat, 31 Maret 2023.
"Kedua puluh korban ditipu dengan diberangkatkan secara unprosedural ke Myanmar melalui jalur air dari Bangkok, Thailand, secara bertahap," ujar Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno, kepada Tribuncirebon.com, Minggu (2/4/2023).
Hariyanto Suwarno menyampaikan, berdasarkan keterangan keluarga, sesampainya di Bangkok, para TKI itu dikawal oleh dua orang menuju ke perbatasan Thailand dan Myanmar.
Dari sana, mereka kemudian dikawal kembali oleh dua orang bersenjata dan berseragam militer.
Sebelum berangkat dari Indonesia, mereka awalnya diiming-imingi oleh pihak perekrut untuk dipekerjakan sebagai operator komputer di salah satu perusahaan bursa saham di Thailand.
Menurut janji, gajinya sebesar Rp 8-10 juta per bulan. Kemudian, jam kerjanya selama 12 jam.
"Mereka juga dijanjikan mendapat makan sebanyak 4 kali sehari serta mendapat fasilitas tempat tinggal secara gratis," ujar dia.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR Dukung Mahfud MD Berantas TPPO di Batam
Namun, faktanya, para korban ditempatkan di tempat kerja yang jauh dari kata layak.
Mereka dipaksa bekerja dari jam 8 malam hingga jam 1 siang untuk mencari kontak-kontak sasaran untuk ditipu melalui website atau aplikasi Crypto sesuai dengan target perusahaan.
"Apabila tidak terlaksana maka para korban mendapatkan hukuman kekerasan fisik," ujar dia.