PM Lee: Hubungan ASEAN dan Myanmar Tidak Dapat Kembali Seperti Dulu
Lee menyebut terakhir kali ASEAN menghadapi situasi yang sama dengan Myanmar adalah saat pemberontakan terjadi pada 1988 dan menyebabkan kudeta
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LABUAN BAJO - Di tengah konflik yang sedang berlangsung di Myanmar, tidak ada alasan untuk mengubah format mengundang Myanmar ke pertemuan ASEAN di tingkat non politik.
Pernyataan ini disampaikan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong, Kamis ini.
"Format saat ini menandakan bahwa 'sangat sedikit kemajuan' yang telah dibuat pada Konsensus Lima Poin (5PC)," kata Lee kepada wartawan di sela-sela KTT ASEAN ke-42.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (11/5/2023), 5PC mengacu pada rencana perdamaian yang disepakati antara ASEAN dan junta Myanmar pada 2021, beberapa bulan setelah menggulingkan pemerintah terpilih peraih Nobel Aung San Suu Kyi.
Konflik di Myanmar telah mendominasi pembicaraan saat para pemimpin ASEAN bertemu di Labuan Bajo, Indonesia.
Baca juga: Tiba di Istana Kepresidenan Singapura, Presiden Jokowi Disambut PM Lee Hsien Loong
"Kalau bisa, mendorong penghentian kekerasan, ini sangat sulit dilakukan, akan membutuhkan waktu lama," jelas Lee.
Lee kemudian mencatat bahwa terakhir kali ASEAN menghadapi situasi yang sama dengan Myanmar adalah saat pemberontakan terjadi pada 1988 dan menyebabkan kudeta akhir tahun itu.
Pemilihan pun akhirnya berlangsung pada 2010.
"Saya tidak berharap kali ini lebih mudah untuk dipecahkan. Dan kita harus bersabar, kita harus mampu mempertahankan kebijakan rasional yang konsisten untuk mendapatkan hasil terbaik bagi Myanmar dan ASEAN," tegas Lee.
"Konflik saat ini adalah 'situasi domestik' bagi Myanmar. Ini adalah perebutan kekuasaan antara kelompok yang berbeda. Bagi mereka, ini adalah hidup dan mati. Pengaruh ASEAN tidak besar dan bukan pertimbangan utama mereka, kita harus memahami itu," pungkas Lee.