AS Nekat akan Kirim Bom Cluster ke Ukraina, Joe Biden: Kyiv Kehabisan Amunisi
Amerika Serikat akan mengirim bom cluster ke Ukraina untuk mendukung artileri konvensional. Presiden AS Joe Biden mengatakan Kyiv kehabisan amunisi.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
Selain itu, Ukraina mengakui sedang kehabisan peluru artileri konvensional.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, menyarankan agar anggota NATO tidak melibatkan diri dalam masalah ini dan meminta mereka membuat kebijakan sendiri.
“Amunisi cluster sudah digunakan dalam perang di kedua sisi. Perbedaannya adalah Rusia menggunakan munisi tandan dalam perang agresi untuk menduduki, mengendalikan, menyerang Ukraina. Sementara Ukraina menggunakannya untuk mempertahankan diri dari agresi,” kata Stoltenberg kepada Al Jazeera.
PBB dan Aktivis HAM Kecam Penggunaan Bom Cluster
Baca juga: Serangan Rudal Rusia di Lviv, 6 Warga Ukraina Tewas termasuk Penyintas Perang Dunia II
Farhan Haq, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, mengatakan PBB mengecam penggunaan bom cluster dalam perang.
"Sekjen PBB Antonio Guterres mendukung Konvensi Munisi Curah (bom cluster) yang seperti Anda ketahui, diadopsi 15 tahun lalu. Dia inign negara-negara mematuhi ketentuan konvensi itu," kata Farhan Haq, dikutip dari RT.
"Dia tidak ingin penggunaan munisi tandan terus berlanjut di medan perang," tambahnya.
Selama perang Rusia-Ukraina, Human Rights Watch (HRW) mengkritik kedua negara itu yang menggunakan senjata cluster mereka dalam perang.
Baca juga: Eks Presiden Rusia Medvedev: Perang di Ukraina Bisa Cepat Selesai jika NATO Tak Pasok Senjata
HRW mencatat, Rusia secara ekstensif menggunakan bom cluster yang membunuh dan melukai warga sipil.
Sementara serangan roket dengan bom cluster Ukraina di Kota Izyum yang diduduki Rusia pada tahun 2022, telah menewaskan 8 warga sipil dan melukai 15 lainnya.
Saat itu, Ukraina membantah HRW dengan mengatakan tidak menggunakan bom cluster di Kota Izyum.
“Amunisi cluster yang digunakan oleh Rusia dan Ukraina membunuh warga sipil sekarang dan akan terus melakukannya selama bertahun-tahun,” kata Mary Wareham, penjabat direktur senjata HRW.
“Kedua belah pihak harus segera berhenti menggunakannya dan tidak mencoba mendapatkan lebih banyak senjata sembarangan ini,” lanjutnya.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)