Perang Besar Afrika di Depan Mata, Junta Militer Niger Tutup Akses, Staf Kedutaan AS Angkat Kaki
Dua negara tetangga Niger, Burkina Faso dan Mali, menunjukkan sikap pro-kudeta. Aksi Ecowas akan dianggap sebagai deklarasi perang terhadap negara
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Perang Besar Afrika di Depan Mata, Junta Militer Niger Tutup Akses, Staf Kedutaan AS Angkat Kaki
TRIBUNNEWS.COM - Situasi keamanan di Niger, Afrika Barat dilaporkan berada dalam situasi krusial dan berpotensi menimbulkan perang besar di Afrika.
Hal itu menyusul aksi para pemimpin kudeta di Niger yang menutup wilayah udara negara itu dan menambah pasukan serta bala bantuan.
Aksi ini menyusul peringatan dari kelompok negara-negara Afrika Barat, Ecowas, yang mengultimatum akan menggunakan cara-cara kekerasan jika Presiden Niger yang dilengserkan, Mohamed Bazoum tidak diangkat kembali.
Baca juga: Serangan Balasan Ukraina ke Rusia Mandek Gegara Semak Belukar, Militer Inggris Diketawain Ex-CIA
Bazoum ditahan pada 26 Juli. Dia digantikan Jenderal Abdourahmane Tchiani, komandan pengawal presiden, yang menyatakan dirinya sebagai pemimpin baru Niger.
Aksi kudeta ini memicu kecaman dari para pemimpin dari Afrika, Prancis, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
Mantan Panglima Tertinggi Sekutu NATO Eropa, James Stavridis, telah memperingatkan krisis tersebut berpotensi menyebabkan "perang besar-besaran di Afrika."
Dilansir CNN, sebuah sumber militer mengatakan bahwa angkatan bersenjata Niger membawa konvoi sekitar 40 truk pick-up berisi pasukan dari bagian lain negara itu pada Minggu malam.
Adapun Amerika Serikat dilaporkan telah mengevakuasi para staf dari kedutaannya di ibu kota di Niamey, sementara sekitar 1.000 tentara Amerika yang ditempatkan di negara itu dibatasi ruang geraknya di pangkalan mereka.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada Jumat bahwa pihaknya menghentikan program bantuan asing untuk pemerintah Niger.
Ecowas (Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat) adalah blok perdagangan regional dari 15 negara, termasuk Nigeria, Senegal, Togo dan Ghana, telah mengeluarkan ultimatum yang menuntut para jenderal di balik kudeta presiden Niger untuk melepaskan kekuasaan pada Minggu tengah malam.
Menyusul pertemuan soal situasi krisis itu pada hari Jumat, komisaris Ecowas untuk urusan politik, perdamaian dan keamanan Abdel-Fatau Musah mengatakan rencana intervensi telah dirumuskan, termasuk bagaimana dan kapan akan mengerahkan pasukan.
Berikut daftar Negara-Negara yang tergabung dalam Ecowas:
- Benin
- Burkina Faso
- Tanjung Verde
- Gambia
- Ghana
- Guinea-Bissau
- Guinea
- Pantai Gading
- Liberia
- Mali
- Nigeria
- Niger
- Senegal
- Sierra Leone
- Togo
Konstalasi Kepentingan di Niger
Seorang wakil dari junta Niger merespons ultimatum itu dengan mengatakan mereka mendapat informasi bahwa "kekuatan asing" sedang bersiap untuk menyerang negara itu.
Sementara itu, ribuan pendukung pemimpin kudeta berunjuk rasa di sebuah stadion di ibu kota Niamey.
Dua negara tetangga Niger, Burkina Faso dan Mali, di mana kudeta juga terjadi dalam beberapa tahun terakhir, sebelumnya menunjukkan sikap pro-kudeta dengan memperingatkan bahwa mereka akan memperlakukan setiap intervensi militer dari luar di Niger sebagai "deklarasi perang" terhadap mereka.
Niger memainkan peran penting dalam perang Barat melawan milisi Islam di wilayah Sahel serta upaya memerangi penyelundupan manusia.
Krisis tersebut menimbulkan masalah yang signifikan bagi Prancis.
Prancis terancam kehilangan mitra militer di wilayah tersebut dan akses hingga 30 persen uranium yang diperlukan untuk menghasilkan tenaga nuklir.
Aset uranium Niger dikembangkan melalui usaha patungan pemerintah Niger dengan perusahaan uranium milik negara Prancis.
"Kontrak ini tidak mudah dibatalkan," kata Robert Besseling, CEO perusahaan keamanan dan intelijen, Pangea-Risk, kepada Newsweek.
"Niger pasti akan kehilangan akses ke pendanaan IMF, dukungan anggaran, dan komitmen investasi ekstensif jika kontrak pertambangan Prancis dibatalkan," katanya.
Meski begitu, operasional persusahaan China di sektor minyak di negara tersebut disebut-sebut tidak akan terpengaruh.
Dalam assesmen pasca-kudeta, Pangea-Risk, firma intelijen khusus yang menyediakan analisis dan prakiraan tentang risiko politik, keamanan, dan ekonomi di Afrika dan Timur Tengah mengatakan bahwa koalisi oposisi M62 kemungkinan berada di balik demonstrasi pro-kudeta dan anti-Prancis.
Mereka didukung oleh Unité d'Actions Syndicales du Niger—koalisi 14 serikat pekerja—yang menyerukan agar semua perusahaan Prancis meninggalkan Niger dan semua pangkalan militer asing di negara itu ditutup.
"Jika junta baru tidak secara tegas merebut kekuasaan dalam beberapa hari mendatang, kekosongan politik akan meningkatkan kemungkinan kudeta balasan dan pecahnya kerusuhan yang lebih luas," kata penilaian firma tersebut.
Situasi kritis tersebut telah menimbulkan kekhawatiran bahwa junta militer saat ini di Niger berusaha untuk beralih kesetiaan ke Rusia, yang melibatkan tentara bayaran Kelompok Wagner.
Pemimpin Grup Wagner, Yevgeny Prigozhin menyambut baik langkah melawan Prancis yang mereka labeli sebagai "penjajah".
"Pemerintah Rusia, dan dengan perluasan perusahaan militer swasta Rusia pasti akan mencari cara untuk bisa menjalani hubungan dengan junta baru di Niger, mengingat sumber daya strategis dan kepentingan negara sebagai mitra barat dalam kontraterorisme dan kontrol imigrasi," kata Besseling kepada Newsweek.
Meski begitu, dia tidak mempercayai ancaman perang di Niger ini mengisyaratkan perang proksi yang akan terjadi antara Rusia dan Barat di negara tersebut.
(Oln/NW/*)