Putin Sebut Banyaknya Tuntutan Pidana ke Trump Sebagai Kebusukan Sistem Politik AS
Presiden Amerika Serikat menyebut banyaknya tuntutan pidana terhadap Donald Trump sebagai 'kebusukan' dalam sistem politik negeri Paman Sam.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Presiden Amerika Serikat menyebut banyaknya tuntutan pidana terhadap Donald Trump sebagai 'kebusukan' dalam sistem politik negeri Paman Sam.
"Dalam kondisi saat ini, AS tidak dapat mengklaim hak untuk mengajarkan demokrasi kepada negara lain," ujar Vladimir Putin dalam diskusi panel di Forum Ekonomi Timur di Vladivostok, Selasa (12/9/2023).
Ia menambahkan, hal yang terjadi pada Trump merupakan penganiayaan oleh lawan politiknya.
Baca juga: Donald Trump Mengaku Tidak Bersalah atas Tuduhan Campur Tangan Pemilu di Georgia
"Begitulah adanya. Dan hal itu dilakukan di hadapan publik AS dan seluruh dunia,” tegas Putin.
Putin pun menegaskan bahwa kontroversi tersebut bermanfaat bagi Rusia dalam arti “mengekspos” Washington “apa adanya".
Menurutnya, Pemerintah AS memilih untuk memusuhi Moskow dan mempropagandakan penduduknya agar memandang Moskow seperti itu. “[AS] menunjukkan apa yang mereka sebut di masa Soviet sebagai ‘imperialisme cemberut’,” candanya.
Moskow tidak mengharapkan adanya perubahan substansial dalam kebijakan luar negeri AS dibandingkan Rusia, terlepas dari siapa yang akan menduduki Gedung Putih setelah pemilu tahun depan.
“[Trump] dituduh memiliki hubungan khusus dengan Rusia, dan itu merupakan omong kosong belaka. Namun dialah presiden yang paling banyak menjatuhkan sanksi terhadap Rusia,” kata Putin.
Putin meyakini sebagian besar elit Amerika menganggap Rusia sebagai musuh yang nyata. Negara ini juga memiliki teman-teman di AS, yang menginginkan hubungan baik dan memiliki pandangan yang sama dengan Rusia mengenai nilai-nilai tradisional, tambah presiden, namun suara-suara tersebut diredam.
Sejak meninggalkan jabatannya, Trump telah didakwa melakukan berbagai kejahatan baik di tingkat federal maupun negara bagian, mulai dari gangguan pemilu, penghasutan kerusuhan Capitol pada 6 Januari, hingga penyelewengan keuangan.
Pengusaha yang beralih menjadi politisi, yang dianggap sebagai kandidat terdepan dalam nominasi presiden dari Partai Republik, mengatakan bahwa permasalahan hukum yang dihadapinya sama dengan “perburuan penyihir” oleh lawan-lawannya.