Aktivis Iran Tuduh Polisi Moral Lakukan Penyerangan terhadap Gadis Remaja hingga Dirawat di RS
Aktivis Iran menuduh polisi moral menyerang seorang gadis remaja karena tidak mengenakan hijab di stasiun metro Teheran pada Minggu (1/10/2023).
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Nuryanti
Sementara itu, CEO metro Teheran mengatakan kepada media pemerintah bahwa tidak ada kontak fisik atau verbal antara Geravand dan anggota stafnya.
“Menurut penyelidikan kami, setelah meninjau rekaman CCTV sejak dia memasuki stasiun dan naik kereta, tidak ada pertengkaran verbal atau fisik antara penumpang dengan mereka atau staf kami," terang Direktur Pelaksana Metro Teheran Masoud Dorosti kepada media pemerintah."
"Tidak ada apa pun yang terekam dalam video tersebut,” katanya.
Sebuah video yang diposting di akun Kantor Berita Fars yang berafiliasi dengan Iran, sekelompok gadis terlihat memasuki kereta metro.
Beberapa gadis yang masuk bersama gadis yang tampak tidak mengenakan jilbab.
Baca juga: Rusuh Iran, Polisi Moral, dan Evolusi Tentang Hijab di Iran Menurut Ulasan Pakar
Sejurus kemudian, video tersebut menunjukkan sekelompok gadis membawa remaja yang tidak mengenakan hijab keluar dari kereta metro.
Gadis itu kemudian ditempatkan di peron metro saat metro meninggalkan stasiun.
CNN tidak dapat mengidentifikasi gadis mana dalam video itu yang merupakan Geravand.
Tidak ada pertengkaran yang terlihat dalam video yang diposting di media pemerintah.
Kepala Terbentur
Ibu dan ayah Geravand mengatakan kepada media pemerintah dalam sebuah wawancara bahwa sepertinya kepala putrinya terbentur setelah pingsan karena tekanan darah rendah.
Orang tuanya mengatakan tidak ada tanda-tanda dari video yang mereka lihat bahwa Geravand diserang.
“Saya pikir mereka mengatakan dia menderita tekanan darah rendah. Tekanan darahnya turun atau terjatuh ke lantai. Kepalanya membentur tepi metro dan kemudian (teman-temannya) menurunkannya (kereta),” kata ibunya, Shahin Ahmadi.
Tidak jelas apakah keluarga Geravand menerima ancaman hingga berbicara demikian kepada media pemerintah.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)