Mengenal Hamas, Kelompok Muslim Mayoritas di Palestina yang Perang dengan Israel
Nama Hamas sendiri merupakan akronim bahasa Arab yang jika diterjemahkan bermakna Gerakan Perlawanan Islam.
Editor: Hasanudin Aco
Mereka memandang operasi "martir" sebagai pembalasan atas pendudukan Israel di Tepi Barat, wilayah yang diinginkan rakyat Palestina sebagai bagian dari negara mereka.
Namun, Israel tidak tinggal diam. Pada Maret dan April 2004, pemimpin spiritual Hamas, Sheikh Ahmed Yassin dan penerusnya, Abdul Aziz al-Rantissi, dibunuh melalui serangan rudal di Gaza.
Di dalam wilayah Palestina, perseteruan antara Hamas dan Fatah merebak setelah pemimpin Fatah, Yasser Arafat, meninggal dunia pada November tahun tersebut.
Mahmoud Abbas, yang menjadi pemimpin Fatah menilai serangan roket Hamas kontraproduktif.
Ketika Hamas menang telak dalam pemilihan umum legislatif pada 2006, perseteruan itu semakin nyata.
Hamas menolak terlibat dalam kesepakatan damai Palestina-Israel sebelumnya, menolak mengakui legitimasi Israel, dan menepis permintaan untuk mengakhiri aksi kekerasan.
Pada 2017, Hamas merilis dokumen kebijakan terbaru yang menghaluskan sejumlah sikap terdahulu dan menggunakan bahasa yang terukur.
Dalam dokumen itu, Hamas tetap tidak mengakui Israel, namun menerima secara formal pembentukan negara Palestina secara interim di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur—yang dikenal sebagai garis sebelum 1967.
Dokumen itu pun menekankan bahwa perjuangan Hamas bukan terhadap Yahudi, tapi terhadap "agresor Zionis yang melakukan pendudukan".
Israel berkata kelompok tersebut "berupaya membodohi dunia".
Setelah Hamas mendepak pasukan loyalis Fatah dari Gaza pada 2007, Israel memperketat blokade pada teritori tersebut. Serangan roket Palestina dan gempuran udara Israel berlanjut.
Israel menuding Hamas bertanggung jawab atas semua serangan yang dilesatkan dari Jalur Gaza. Israel lantas melancarkan tiga operasi militer besar di Gaza yang diikuti eskalasi pertempuran lintas perbatasan.
Pada Desember 2008, militer Israel menggelar operasi militer 'Cast Lead' dengan dalih menghentikan serangan-serangan roket Palestina. Lebih dari 1.300 orang Palestina dan 13 orang Israel tewas dalam serangan 22 hari itu.