Mahkamah Agung Jepang Izinkan Warga Ubah Jenis Kelamin Tanpa Perlu Operasi
Mahkamah Agung Jepang menyatakan UU yang mengharuskan transgender operasi kelamin untuk mengubah statusnya, adalah inkonstitusional.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Agung Jepang memutuskan bahwa undang-undang yang mengharuskan transgender mengangkat organ reproduksinya agar dapat secara resmi mengubah jenis kelaminnya, adalah inkonstitusional.
Dilansir AP News, keputusan tersebut diambil oleh 15 hakim di pengadilan tertinggi Jepang tersebut, Rabu (25/10/2023).
Undang-undang Jepang tahun 2003 sebelumnya mewajibkan pengambilan organ reproduksi sebagai syarat perubahan gender yang diakui negara.
UU tersebut telah lama dikritik oleh kelompok hak asasi manusia dan medis internasional.
Keputusan Mahkamah Agung Jepang tersebut kini mengharuskan pemerintah untuk merevisi undang-undang lama tersebut.
Artinya, transgender dapat mengubah gender mereka dalam dokumen resmi tanpa perlu operasi.
Baca juga: Jepang Selidiki Tindakan Monopoli Google, Paksa Produsen Ponsel Pasang Aplikasi Chrome
Berdasarkan undang-undang tahun 2003 yang efektif pada 2004, para transgender yang ingin mengubah jenis kelamin mereka pada kartu keluarga dan dokumen resmi lainnya harus didiagnosis menderita Gangguan Identitas Gender dan menjalani operasi pengangkatan organ reproduksi mereka.
Menurut Mahkamah Agung, 11.919 orang telah mengubah jenis kelamin mereka dalam kartu keluarga antara tahun 2004 dan 2022.
Pemohon dalam kasus ini dilahirkan sebagai laki-laki tetapi diidentifikasi sebagai perempuan.
Dia berharap untuk mengubah jenis kelaminnya yang sah tanpa operasi, dengan menyatakan bahwa kemampuan reproduksinya telah menurun setelah bertahun-tahun menjalani terapi hormon.
Persyaratan pembedahan menimbulkan beban fisik dan ekonomi yang ekstrim dan karena itu melanggar Konstitusi, yang harusnya menjamin penghormatan terhadap individu dan kesetaraan di mata hukum, ujarnya, dilansir Kyodo News.
Progres Aktivis Jepang Memperjuangkan Hak-hak LGBTQ
Upaya aktivis hak-hak LGBTQ untuk memperkenalkan undang-undang anti-diskriminasi meningkat setelah mantan ajudan Perdana Menteri Fumio Kishida mengeluarkan pernyataan kontroversial pada bulan Februari lalu, DW melaporkan.
Masayoshi Arai mengatakan dia tidak ingin tinggal bersebelahan dengan orang-orang LGBTQ.
Ia juga menyarankan orang-orang Jepang untuk meninggalkan negara jika pernikahan sesama jenis dilegalkan.