Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mantan Direktur WHO Nilai Indonesia Bisa Ikuti Swedia & Norwegia untuk Turunkan Prevalensi Perokok

Swedia dan Norwegia mampu menurunkan prevalensi perokok melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Mantan Direktur WHO Nilai Indonesia Bisa Ikuti Swedia & Norwegia untuk Turunkan Prevalensi Perokok
DOK.
Ilustrasi. Indonesia disarankan ikuti Norwegia dan Swedia terkait pemanfaatan produk tembakau alternatif. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tikki Pangestu, menjelaskan prevalensi perokok di Indonesia sudah tinggi.

Namun, pemerintah belum juga memberikan dukungan kuat terhadap pemanfaatan produk tembakau alternatif.

Dengan memaksimalkan produk tembakau alternatif seperti yang dilakukan Swedia dan Norwegia, Tikki menilai Indonesia berpeluang besar untuk menurunkan angka perokoknya.

“Saya sangat terkesan dengan apa yang terjadi di Swedia dan Norwegia. Saya berharap hal itu bisa terjadi di Indonesia,” ucap Tikki (20/11/2023).

Hal tersebut diungkapkan oleh Tikki pafa forum diskusi dengan tema “From Smoke to Smokeless: Exploring THR Strategies from Across the Globe”.

Swedia dan Norwegia mampu menurunkan prevalensi perokok melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif, seperti kantong nikotin, rokok elektronik, dan produk tembakau yang dipanaskan, diharapkan dapat ditiru oleh Indonesia.

BERITA REKOMENDASI

Saat ini, prevalensi perokok di Indonesia saat ini sudah menembus 69,1 juta jiwa.

Pada November 2022 lalu, Pemerintah Swedia telah mengonfirmasi tingkat perokok di negaranya turun menjadi 5,16 persen dari sebelumnya 11 persen pada 2015.

Adapun berdasarkan data macrotrends.net, Norwegia berhasil menurunkan prevalensi merokok secara signifikan. Pada tahun 2000, prevalensi perokok di Norwegia sebesar 44 persen.

Dalam 20 tahun kemudian, prevalensi merokok di negara ini menjadi 16,20 persen.

Tikki mengatakan, Pemerintah Indonesia disarankan untuk menghapus berbagai hambatan seperti masalah ekonomi politik, sosial budaya, dan kebijakan agar potensi dari produk tembakau alternatif dapat dimaksimalkan lebih lanjut.

Dalam kesempatan yang sama, peneliti senior di Institut Kesehatan Masyarakat Norwegia, Karl Erik Lund, menambahkan Norwegia dan Swedia memiliki posisi yang unik dalam menilai risiko kesehatan masyarakat.

Kedua negara memberikan akses bagi produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin (snus) untuk bersaing dengan rokok di pasar.

Produk tembakau alternatif yang popular digunakan di Nowegia dan Swedia adalah snus.

Snus, kata Karl, memang tidak sepenuhnya bebas risiko kesehatan. Namun, produk ini menawarkan pengurangan risiko kesehatan jika dibandingkan terus merokok.

“Snus menjadi metode paling populer untuk berhenti merokok. Sebagian besar pengguna snus kini sudah menjadi mantan perokok,” ucap Karl.

Dengan strategi pengurangan bahaya tembakau yang diterapkan ini, prevalensi merokok di negara-negara Skandinavia tersebut mengalami penurunan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas