Tidak Menikah, Wanita Korea Pilih Adopsi Temannya Sendiri, Tinggal Bersama dan Saling Merawat
Memutuskan tidak menikah, wanita di Korea Selatan mengadopsi temannya sendiri untuk menjadikannya keluarga.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Seorang penulis asal Korea Selatan, Eun Seo-ran, mengopsi temannya sendiri untuk tinggal bersama karena dirinya tidak menikah.
Dilansir NDTV, Eun Seo-ran (44) awalnya hidup bahagia tanpa memiliki pasangan.
Namun, situasi medis darurat mengharuskannya memiliki seseorang di sisinya untuk melihat keadaannya.
Bukan dengan menikah, Eun Seo-ran memilih jalan lain, yaitu secara legal mengadopsi sahabatnya sendiri.
Eun Seo-ran tinggal di tempat yang jauh dari keluarganya.
Karena tidak menikah, Eun Seo-ran juga tidak memiliki anak.
Baca juga: 9 Drama Korea Tayang Desember 2023: Ada Night Has Come hingga Gyeongseong Creature
Tetapi Eun Seo-ran memiliki teman baik, seorang wanita bernama Lee Eo-rie.
Keduanya tidak memiliki hubungan romantis.
Tetapi mereka memiliki rumah bersama, tinggal bersama, membagi tagihan dan saling merawat ketika sakit.
Eun berkata ketika ia sakit dan harus dilarikan ke rumah sakit, ia sadar dirinya membutuhkan seseorang di sisinya.
Eun ingin Lee berada di rumah sakit bersamanya sebagai anggota keluarga, bukan sekedar teman.
Dalam skenario terburuk, Lee nantinya bisa mengatur pemakaman tanpa urusan administrasi yang rumit, ketika Eun telah tiada.
Eun awalnya tidak tahu bagaimana menjadikan temannya itu sebagai keluarganya, hingga ia mendengar istilah adopsi dewasa.
“Keluarga yang didefinisikan oleh undang-undang saat ini pada dasarnya didasarkan pada hubungan seksual, dan mereka yang berasal dari hubungan seksual tersebut – yaitu anak-anak,” kata Eun kepada AFP.
"Namun saya pikir hubungan emosional adalah hal yang paling penting," katanya.
"Jadi ketika saya bersama seseorang dan merasakan kestabilan emosi dan kedamaian saat memikirkannya, saya yakin orang itu memang keluarga saya."
Definisi Keluarga di Korea Selatan
Masih mengutip NDTV, sebagai salah satu negara dengan angka kelahiran terendah di dunia dan anjloknya angka pernikahan, semakin banyak orang di Korea Selatan yang hidup dan meninggal sendirian.
Berdasarkan data resmi, jumlah rumah tangga yang hanya terdiri dari satu orang kini mencapai 41 persen dari seluruh rumah tangga.
Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat dalam beberapa dekade mendatang.
“Definisi hukum Korea Selatan yang sempit tentang keluarga ikut bertanggung jawab,” kata Hyeyoung Woo, seorang profesor sosiologi yang meneliti keluarga di Korea Selatan di Portland State University, kepada AFP.
Pernikahan sesama jenis dan hukum adat tidak diakui di negara yang secara sosial konservatif ini, dan unit keluarga tradisional masih menjadi norma.
Sistem ini pada akhirnya memperkuat bentuk keluarga tradisional, pasangan heteroseksual dengan suami pencari nafkah dan istri yang tinggal di rumah, yang tidak mencerminkan demografi Korea saat ini, tambah Woo.
Meskipun jumlah pernikahan yang semakin sedikit – hanya 3,7 per 1.000 orang tahun lalu, masyarakat masih membutuhkan koneksi.
Mereka membutuhkan koneksi yang sah secara hukum, kata anggota parlemen Yong Hye-in.
“Meningkatnya jumlah rumah tangga yang hanya dihuni satu orang berarti jumlah orang yang hidup di luar pernikahan dan di luar hubungan darah meningkat,” kata Yong kepada AFP.
Baca juga: Harus Tingkatkan Angka Kelahiran, Kota di Korea Selatan Gelar Kencan Perjodohan
“Kita perlu memecahkan masalah semakin terisolasinya rumah tangga yang hanya terdiri dari satu orang dengan memperluas pilihan mereka, tidak hanya ‘sendirian’ atau ‘menikah’”.
Yong telah mengusulkan rancangan undang-undang yang bertujuan memperluas definisi hukum keluarga yang melampaui batas-batas tradisional.
Namun rancangan undang-undang tersebut mendapat tentangan keras dari kelompok konservatif dan Kristen di negara tersebut.
Kelompok tersebut berpendapat bahwa jika disahkan, undang-undang tersebut akan secara otomatis melegalkan pernikahan sesama jenis.
"Jika diberlakukan, undang-undang tersebut akan merusak sistem keluarga (Korea Selatan) dan menyebabkan kerugian besar bagi anak-anak,” kata Asosiasi Komunikasi Gereja Korea dalam sebuah pernyataan.
Alasan Tidak Menikah
Eun mengatakan dia dilahirkan dalam keluarga inti yang dianggap "normal" di Korea Selatan.
Tapi dia tidak bahagia sebagai seorang anak.
“Setelah menyaksikan kehidupan pernikahan ibu saya yang tidak bahagia. Saya memendam ketakutan bahwa saya mungkin akan mengalami nasib serupa jika saya memilih untuk menikah,” katanya kepada AFP.
“Saya telah memilih dan menciptakan keluarga baru yang tinggal bersama saya saat ini,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia sekarang merasa nyaman.
Baca juga: Angka Kelahiran Turun Drastis, China Tawarkan Berbagai Keuntungan agar Warganya Mau Punya Anak
Proses Adopsi yang Mudah
Eun mengatakan proses untuk mengadopsi temannya sangatlah mudah.
Adopsi anak oleh individu yang belum menikah di Korea Selatan memerlukan proses yang mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia, stabilitas keuangan, dan lingkungan pengasuhan anak.
Namun bagi Eun, mengadopsi orang dewasa lain tidak memiliki prasyarat hukum selain ia harus lebih tua dari Lee, mendapatkan persetujuan ibunya, dan bukan menjadi anak kandungnya.
Pada Mei lalu, setelah mereka menyerahkan dokumen – sebuah formulir yang mudah diisi – dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk mendapatkan persetujuan, katanya.
Prosesnya begitu mudah sehingga menurutnya hal itu membuatnya merasa "hampa" mengingat perjuangan yang terus dilakukan para aktivis untuk mendapatkan pengakuan bagi serikat sesama jenis dan serikat non-tradisional lainnya.
"Korea Selatan harus merombak undang-undangnya yang sudah ketinggalan zaman dan mengizinkan lebih banyak warga negara lajang untuk membentuk keluarga pilihan mereka sendiri, secara hukum," katanya.
“Keluarga merupakan ikatan di mana orang-orang, terlepas dari jenis kelamin atau usia mereka, menaruh kepercayaan dan mengandalkan satu sama lain."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)