Wawancara Khusus dengan Pendiri INH: Satu Roket Hasilkan Guncangan 3,6 Skala Richter di Gaza
Menurutnya, bombardir yang dikirim pasukan militer Israel tidak berhenti pagi, siang, dan malam.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
Kemudian juga bisa disampaikan ke keluarga di dunia dan sampai akhirnya saya menikah dan memiliki dua orang anak. Beberapa kali pulang dan terakhir pulang kampung pada tanggal 16 November 2023.
Lalu terkait kejadian perang pecah waktu itu sedang berada di mana bagaimana cerita kengerian yang terjadi di sana?
Jadi pertama perang ini bukan pertama kali bagi saya ini yang keempat. Pada 2012 saya juga merasakan langsung gempuran zionis selama 8 hari. Orang zionis menamakannya killer of cloud.
Pada 2014 kami lagi-lagi diserang selama 51 hari. Dan kemudian tahun 2020 kami diserang selama 14 hari dan terakhir yang ini sampai sekarang. Bagaimana kondisinya itu enggak bisa digambarkan dengan kata-kata, saya hanya bisa menggambarkan bagaimana kengerian suasananya bombardir yang hampir tidak terhingga dari pagi siang sore.
Jadi ledakan ini luar biasa ini kan selain menghasilkan ledakan yang sangat masif jadi satu roket itu selain memiliki daya ledak dan hancur sangat tinggi juga kelebihannya itu bisa menghasilkan guncangan tektonik sebesar 3,6 Skala Richter (SR).
Nah itu kita rasakan ketakutannya belum lagi kalau kita bicara psikologis itu tidak mudah.
Baca juga: Korban Tewas di Gaza Akibat Serangan Israel Mendekati 15.900, Lebih dari 42.000 Orang Luka-luka
Saat kejadian itu anak dan istri berada di mana?
Di awal 5 hari pertama itu saya saat itu berada di rumah sakit Indonesia di wilayah utara. Saya bersama 7 orang lain di sana bersama warga negara Indonesia kemudian saya bergerak ke pusat Kota Gaza di dekat Al-Shifa.
Tanggal 12 sampai tanggal 15 Oktober kita di sana namun gagal kita enggak bisa dievakuasi saya menetap ke wilayah Selatan di wilayah tempat mertua saya tinggal keluarga dari istri.
Tapi di Selatan itu jauh dari serangan atau bagaimana?
Sama saja banyak rumah tetangga saya yang hancur dan itu saya dokumentasikan saya abadikan dalam video vlog saya di youtube.
Dalam proses evakusi itu kengeriannya karena awalnya kan batal?
Saya terangkan dulu dari tiga infasi itu Kementerian Luar Negeri itu selalu menawarkan dan mengimbau untuk evakauasi tetapi saya selalu menolak.
Karena kondisi saat itu ada banyak faktor yang satu itu saya masih bujangan ya belum nikah gitu. Saat itu serangan-serangan tuh enggak seperti sekarang kemudian internet masih bisa ada akses listrik masih ada.