Houthi vs Amerika di Ambang Perang, Ini Negara yang Ikut dalam Koalisi Pimpinan AS di Laut Merah
Yaman sedang menunggu pembentukan koalisi paling kotor dalam sejarah untuk melakukan pertempuran paling terhormat.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Alih-alih menekan Israel untuk menghentikan serangan brutalnya di Jalur Gaza, pemerintahan Biden kini memobilisasi militer sekutu mereka demi menjaga kepentingan ekonomi, politik, dan militer Tel Aviv.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, Selasa (19/12/2023) mengumumkan pembentukan operasi multinasional untuk melindungi perdagangan di Laut Merah menyusul serangkaian serangan rudal dan drone oleh kelompok Houthi di Yaman yang didukung Iran.
Austin, yang sedang dalam perjalanan ke Bahrain, markas besar Angkatan Laut AS di Timur Tengah, mengatakan negara-negara yang berpartisipasi termasuk Inggris, Bahrain, Kanada, Prancis, Italia, Belanda, Norwegia, Seychelles, dan Spanyol.
Ia mengatakan mereka akan melakukan patroli bersama di wilayah selatan Laut Merah dan Teluk Aden.
"Ini merupakan tantangan internasional yang menuntut tindakan kolektif. Oleh karena itu hari ini saya mengumumkan pembentukan Operation Prosperity Guardian, sebuah inisiatif keamanan multinasional baru yang penting," kata Austin dalam pernyataannya pada Selasa pagi.
Digelarnya operasi ini membuat situasi di perairan Yaman kian memanas.
Amerika dan sekutunya kini di ambang perang terbuka dengan pejuang Houthi Yaman yang didukung Iran.
Sebelumnya pada hari Senin kemarin, seorang pejabat senior Houthi mengatakan bahwa pejuang Yaman yang didukung Iran ini “mampu menghadapi koalisi apa pun yang dibentuk oleh AS yang beroperasi di Laut Merah.”
Mohammed al-Bukhaiti, anggota Dewan Politik Tertinggi, mengatakan kepada Al Jazeera dalam sebuah wawancara bahwa Houthi mengelola “kontak tidak langsung dengan negara-negara, termasuk AS, yang mencoba membujuk kami untuk menghentikan aktivitas militer kami di Laut Merah. "
Dia mencatat, "AS mengusulkan agar kami tidak melakukan intervensi dalam upaya mencapai kesepakatan damai di Yaman dengan imbalan menghentikan operasi militer kami di Laut Merah. Kami menolak tawaran tersebut."
Juru bicara Houthi Mohammed Abdul-Salam mengatakan bahwa jalur pelayaran internasional aman bagi kapal non-Israel atau kapal yang tidak menuju pelabuhan Israel, dan menganggap klaim apa pun sebagai “propaganda Amerika.”
“Jalur pelayaran di Laut Merah dan Laut Arab aman, dan tidak ada bahaya bagi kapal, kecuali kapal milik Israel atau yang menuju pelabuhan Israel,” ujarnya.
“Klaim lainnya adalah propaganda Amerika yang tidak realistis yang bertujuan membangun benteng internasional untuk melindungi Israel di laut, menyusul runtuhnya tembok beton saat Banjir Al-Aqsa,” tambahnya, merujuk pada nama Hamas untuk serangan 7 Oktober di Israel.
Sementara Mohammad Al-Bukhaiti, anggota biro politik gerakan Ansar Allah Yaman, menegaskan, “Jika Amerika berhasil menciptakan koalisi internasional melawan Yaman, itu akan menjadi koalisi paling kotor dalam sejarah.”
Al-Bukhaiti menambahkan di akun penggunanya di jejaring sosial X," Yaman sedang menunggu pembentukan koalisi paling kotor dalam sejarah untuk melakukan pertempuran paling terhormat dalam sejarah.”