Posisi Jepang dalam Konflik Israel-Hamas: Sering Sejalan dengan AS, tapi Tak Mau Musuhi Timur Tengah
Posisi Jepang dalam konflik Israel-Hamas: Seringkali sejalan dengan Amerika, tapi tetap mempertahankan hubungan yang baik dengan Timur Tengah
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Febri Prasetyo
Namun, resolusi itu diveto oleh Amerika Serikat.
Bagi Tokyo, eskalasi Israel-Hamas bukanlah “kebakaran di seberang sungai”, sebuah ungkapan dalam bahasa Jepang yang berarti "sebuah insiden yang bukan urusan Anda."
Baca juga: Tahun 2024 Jepang akan Berlakukan Sistem Baru Pemagangan Pekerja Asing
Jepang sedang menguji pendekatannya terhadap Palestina, yang mencakup hak sah Palestina untuk menjadi sebuah negara.
Inilah landasan diplomasi Tokyo di Timur Tengah.
Jepang tertarik pada Timur Tengah karena sumber daya minyaknya, pasarnya, investasinya, dan jalur perairan internasionalnya termasuk Teluk Persia dan Terusan Suez.
Kebutuhan energi Jepang menjadikan kawasan Timur Tengah penting, menurut Simran Walia, peneliti Centre for Air Power Studies (CAPS) yang berfokus pada politik luar negeri Jepang.
Jepang adalah mitra dagang penting bagi Timur Tengah.
Perdamaian dan stabilitas kawasan ini sangat penting bagi Jepang dan seluruh komunitas internasional karena jalur perdagangan utama untuk impor dan ekspor bahan-bahan penting.
Meski seringkali sejalan dengan posisi Amerika, Jepang menghindari perintah Washington dengan melakukan diplomasi seimbang dengan negara-negara Arab.
Jepang juga mempertahankan dialog berkelanjutannya dengan Iran.
Selama krisis minyak yang dipicu oleh Perang Yom Kippur pada bulan Oktober 1973, Menteri Luar Negeri AS saat itu Henry Kissinger mengunjungi Tokyo untuk mendesak Perdana Menteri Kakuei Tanaka (1918-1993) agar tidak mengambil sikap pro-Arab.
Tanaka membalas, "Kemakmuran Jepang bergantung pada minyak dari Timur Tengah. Apakah Amerika Serikat siap memasok minyak?"
Baca juga: 80 Jenazah Palestina Tiba di Gaza, Beberapa dalam Kondisi Tak Utuh, Israel Diduga Curi Organ Mereka
Henry Kissinger terdiam mendengar pertanyaan itu.
Empat tahun kemudian, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) membuka kantor perwakilan di Tokyo, kemudian pada tahun 2003 dibuka satu lagi oleh Otoritas Palestina.