Israel Ingin Kendalikan Perbatasan Gaza-Mesir, Netanyahu: Perang Lanjut Selama Beberapa Bulan Lagi
Israel mengatakan, zona perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir harus berada di bawah kendalinya.
Penulis: Nuryanti
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan zona perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir harus berada di bawah kendali Israel.
Benjamin Netanyahu memperkirakan perang di Gaza dan wilayah regional lainnya akan berlangsung berbulan-bulan.
“Koridor Philadelphi, atau lebih tepatnya titik penghentian di selatan (Gaza), harus berada di tangan kita. Itu harus ditutup."
"Jelas bahwa pengaturan lain apa pun tidak akan menjamin demiliterisasi yang kita inginkan,” ujar Netanyahu, Minggu (31/12/2023), dilansir Al Jazeera.
Israel bermaksud menghancurkan Hamas di Gaza dan mendemiliterisasi wilayah tersebut.
Hal ini untuk mencegah terulangnya serangan dan penculikan lintas batas pada 7 Oktober 2023 yang dilakukan oleh Hamas.
“Perang sedang mencapai puncaknya. Kami berjuang di semua lini."
"Meraih kemenangan memang membutuhkan waktu. Seperti yang dikatakan oleh kepala staf (tentara Israel), perang akan berlanjut selama beberapa bulan lagi,” tegas Netanyahu.
Baca juga: AS Kembali Pasok Amunisi ke Israel Seiring Meningkatnya Ketegangan di Gaza
PM Israel juga menyebut ancaman langka untuk menyerang Iran secara langsung atas baku tembak yang terjadi hampir setiap hari di perbatasan Israel-Lebanon.
“Jika Hizbullah (kelompok bersenjata Lebanon yang didukung Iran) memperluas peperangan, mereka akan mengalami pukulan yang tidak pernah mereka bayangkan, dan begitu pula Iran,” imbuh Netanyahu.
Usulan Israel Ditolak Pejabat Mesir
Para pejabat Mesir dilaporkan menolak usulan Israel untuk membangun perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir.
Mereka menilai rencana Israel tersebut sebagai 'penghinaan'.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, diketahui menyampaikan saran tersebut pada Selasa (26/12/2023), dalam sesi khusus yang diadakan oleh Komite Urusan Luar Negeri dan Keamanan di Knesset.
Yoav Gallant mengatakan langkah tersebut akan mengatasi penyelundupan senjata ke Gaza.
Baca juga: Hampir 70 Persen Rumah Penduduk di Gaza Hancur Akibat Serangan Udara Israel
Namun, sumber keamanan strategis Mesir mengatakan, Kairo telah mengambil banyak tindakan selama bertahun-tahun untuk menghancurkan terowongan yang menghubungkan wilayahnya dengan Jalur Gaza, dan prosedurnya tidak sesuai.
Sumber tersebut menambahkan, Kairo dengan tegas menolak gagasan semacam itu, yang akan melemahkan kedaulatan Mesir karena Mesir sudah mampu melindungi dan mengamankan perbatasannya.
“Selama menteri keamanan Israel percaya bahwa tembok ini akan memberi mereka perlindungan, lalu mengapa mereka gagal melindungi diri mereka sendiri pada tanggal 7 Oktober?” kata sumber itu, Jumat (29/12/2023), dikutip dari The New Arab.
“Lebih baik bagi pihak Israel untuk berpikir praktis dan mengesampingkan persaingan politik internal dalam mengelola hubungannya dengan kawasan, karena hubungan tersebut memiliki keterbatasan dan dibangun di atas landasan dan kesepakatan yang jelas," lanjut sumber itu.
Baca juga: Terjebak di Puing Bangunan Gaza, Bayi Berhasil Diselamatkan, Ibu dan Kakaknya Tewas
Diketahui, perang di Gaza telah memicu kekhawatiran akan terjadinya konflik regional di tengah meningkatnya ketegangan dengan kelompok-kelompok lain yang bersekutu dengan Iran di Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman.
Pengeboman dan serangan darat Israel yang tiada henti di Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan 21.672 orang, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, dan ribuan lainnya terkubur di bawah reruntuhan.
Operasi militer juga telah membuat hampir seluruh 2,3 juta penduduk wilayah yang terkepung mengungsi.
Di sisi lain, sekitar 1.140 orang dibunuh oleh Hamas di Israel dalam serangan 7 Oktober 2023.
Baca juga: Perang Gaza, Apakah Hamas Menang Lawan Israel? Ini 15 Prestasi Brigade Al Qassam Menurut Analis
Adapun bantuan telah memasuki wilayah Gaza melalui penyeberangan perbatasan Rafah secara sporadis, sementara pemegang paspor asing juga dapat mengungsi melalui penyeberangan tersebut.
Mesir mengontrol perbatasan Rafah, meskipun impor melalui penyeberangan memerlukan persetujuan Israel.
Peneliti ilmu politik Hossam Al-Hamalawy mengungkapkan, gagasan 'perbatasan cerdas' antara Gaza dan Rafah bukanlah hal baru, tetapi didahului oleh beberapa proyek serupa sejak era mendiang Presiden Hosni Mubarak.
Sementara itu, penulis Ayman Al-Rafati mengatakan kepada Al-Araby Al-Jadeed bahwa Israel masih berusaha mengatur fase pasca-perang Gaza, dengan alasan mengecualikan Hamas.
Menurutnya, inilah sebabnya mereka mencoba mengatur perjanjian baru dengan Mesir.
"Ini termasuk masuknya barang ke Gaza, oleh karena itu berupaya membangun zona kendali elektronik dan inspeksi di dalam Mesir sebelum penyeberangan Rafah, yang merupakan pelanggaran kedaulatan Mesir,” katanya.
(Tribunnews.com/Nuryanti)