Jepang Berperang dengan Waktu dalam Pencarian Korban Gempa, Cuaca Ekstrem Bisa Menghambat
Jepang berperang dengan waktu dalam pencarian korban gempa di prefektur Ishikawa. Hingga Rabu (3/1/2024), jumlah korban tewas mencapai 62 orang.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
Gempa yang terjadi pada Senin kemarin adalah salah satu dari lebih dari 400 gempa susulan yang mengguncang Prefektur Ishikawa hingga Rabu (3/1/2024) pagi, menurut JMA.
Empat lempeng tektonik dunia bertemu di Jepang sehingga menjadikan negara ini sangat rentan terhadap gempa bumi.
Terjadi ratusan kali gempa di Jepang setiap tahunnya, namun sebagian besar hanya menyebabkan sedikit atau tidak ada kerusakan sama sekali.
Meskipun jumlah korban akibat gempa pada Senin terus meningkat, peringatan masyarakat yang cepat, yang disampaikan melalui siaran dan telepon, serta respons cepat dari masyarakat umum dan pejabat tampaknya telah meminimalisir dampak yang ditimbulkan.
Baca juga: Bagaimana Nasib 231 Pekerja Migran Asal Sumbar Pasca Gempa Magnitudo 7,6 di Jepang?
Toshitaka Katada, seorang profesor spesialiasi bencana di Universitas Tokyo, mengatakan masyarakat di Negara Matahari Terbit sudah siap dengan rencana evakuasi yang telah disusun dan persediaan darurat tersedia.
“Mungkin tidak ada orang di dunia yang siap menghadapi bencana seperti orang Jepang,” katanya kepada kantor berita The Associated Press.
Jumlah gempa bumi di wilayah Semenanjung Noto terus meningkat sejak tahun 2018, menurut laporan pemerintah Jepang tahun lalu.
Pada 2011, bagian timur laut Jepang dilanda salah satu gempa bumi terkuat yang pernah tercatat.
Gempa bawah laut berkekuatan 9,0 skala Richter memicu tsunami besar yang menyapu bersih seluruh masyarakat dan membawa bencana bagi pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima.
Setidaknya 18.500 orang tewas dalam bencana itu.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)