Kota Kuno Besar Ditemukan di Amazon, Tertutup dan Tersembunyi selama Ribuan Tahun
Arkeolog telah menemukan kota yang hilang di hutan hujan Amazon, yang diperkirakan merupakan rumah bagi sedikitnya 10.000 petani, sekitar 2.000 tahun.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Febri Prasetyo
Platform itu disusun dalam kelompok yang terdiri atas tiga hingga enam unit di sekitar alun-alun dengan platform pusat.
Para ilmuwan yakin banyak di antaranya merupakan rumah, tetapi ada juga yang digunakan untuk keperluan upacara.
Satu kompleks, di Kilamope, memiliki platform berukuran 140m (459 kaki) kali 40m (131 kaki).
Kompleks dibangun dengan memotong bukit dan membuat platform tanah di atasnya.
Jaringan jalan lurus dan jalur menghubungkan banyak platform, termasuk platform yang panjangnya 25 km (16 mil).
Dr Dorison mengatakan jalan-jalan ini adalah bagian yang paling mencolok dari penelitian ini.
"Jaringan jalan raya sangat canggih. Jaringan jalan ini membentang dalam jarak yang sangat jauh, semuanya terhubung. Dan terdapat sudut siku-siku, yang sangat mengesankan," katanya.
Baca juga: 5 Rekomendasi Wisata di Kota Kuno Ayutthaya Tempat Syuting Serial Thailand Love Destiny
Ia menjelaskan bahwa membangun jalan lurus sangat jauh lebih sulit.
Dia yakin beberapa di antaranya memiliki "makna yang sangat kuat", mungkin terkait dengan upacara atau kepercayaan.
Para ilmuwan juga mengidentifikasi jalan lintas dengan parit di kedua sisinya yang mereka yakini sebagai kanal yang membantu mengelola melimpahnya air di wilayah tersebut.
Pertama Kali Temukan Bukti pada 1970-an
Para peneliti pertama kali menemukan bukti adanya sebuah kota pada tahun 1970-an.
Ini adalah pertama kalinya survei komprehensif diselesaikan, setelah penelitian selama 25 tahun.
Ini mengungkapkan masyarakat yang besar dan kompleks yang tampaknya lebih besar daripada masyarakat Maya yang terkenal di Meksiko dan Amerika Tengah.
“Bayangkan Anda menemukan peradaban lain seperti Maya, tetapi dengan arsitektur, penggunaan lahan, keramik yang sangat berbeda,” kata José Iriarte, profesor arkeologi di Universitas Exeter, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.