Sistem Rudal Pertahanan Kapal Perang Inggris Ditingkatkan untuk Halau Serangan di Laut Merah
Inggris mengatakan pihaknya akan meningkatkan pertahanan di Laut Merah dengan memborong sistem rudal Udara Sea Viper
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan pihaknya akan meningkatkan pertahanan di Laut Merah dengan menggelontorkan 405 juta pound atau Rp 8 triliun (kurs Rp 19.843) untuk memborong sistem rudal Udara Sea Viper.
Sistem Udara Sea Viper yang dilengkapi hulu ledak dan perangkat lunak baru dibeli pemerintah Inggris dari MBDA, sebuah perusahaan patungan rudal yang dimiliki oleh Airbus, BAE Systems dan Leonardo.
Baca juga: Bantah Bawahannya, Joe Biden Akui Serangan AS Gagal Lumpuhkan Houthi di Laut Merah
Senjata baru ini sengaja ditambah guna meningkatkan kemampuan Angkatan Laut Kerajaan dalam melakukan serangan balasan ke milisi Houthi yang belakangan kerap melakukan ancaman kepada kapal dagang global yang melintas di kawasan Laut Merah.
“Ketika situasi di Timur Tengah memburuk, sangat penting bagi kita untuk beradaptasi untuk menjaga keamanan Inggris, sekutu dan mitra kita,” jelas Menteri Pertahanan Inggris Grant Shapps dikutip dari Reuters.
“Sea Viper telah menjadi yang terdepan lebih dari 30 tahun.Sistem Pertahanan ini memungkinkannya Angkatan Laut Kerajaan untuk menembak jatuh pesawat tanpa awak milik musuh di Laut Merah,” imbuh Shapps.
Laut Merah Memanas
Adapun ketegangan ini pertama kali terjadi sejak November tahun lalu, tepatnya pasca Israel melakukan agresi ke Hamas hingga menyebabkan korban tewas di Gaza melonjak mencapai 24.000 jiwa.
Pejabat Houthi beranggapan blokade dan penyerangan yang mereka lakukan adalah bentuk protes terhadap agresi Israel di Gaza, Palestina. Namun buntut dari serangan itu, ratusan kapal dagang internasional terpaksa mengalihkan rute pelayaran menuju Tanjung Harapan untuk menghindari Laut Merah yang tengah dikuasai Houthi.
Baca juga: AS Ubah Strategi Lawan Houthi, Tidak Lagi Sekedar Mencegat Rudal
Imbasnya pasar global dihantui ancaman inflasi lantaran sejumlah perusahaan pelayaraan mulai menaikan biaya pengiriman kargo hingga 1 juta dolar AS untuk setiap perjalanan pulang pergi antara Asia dan Eropa Utara.
Berbagai cara telah dilakukan Amerika dan Inggris untuk menekan Houthi, termasuk melakukan negosiasi. Akan tetapi Houthi Yaman menegaskan bahwa pihaknya akan terus aksi serangan ke kapal – kapal dagang dan baru berhenti jika Israel menyetop agresi di Gaza.
Sementara itu Presiden AS Joe Biden mengatakan dia tidak akan ragu untuk mengambil tindakan militer lebih lanjut jika diperlukan. Namun AS juga telah menegaskan bahwa mereka tidak ingin melihat konflik yang semakin meluas di Timur Tengah.