Imbas Krisis di Laut Merah, Industri Bahan Kimia Jerman Mulai Kelimpungan
Baru-baru ini sektor bahan kimia Jerman yang terbesar di Eropa, mulai merasakan dampak dari tertundanya pengiriman melalui Laut Merah.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, BERLIN – Perang Israel dengan kelompok militan Palestina Hamas tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Perang tersebut telah meluas hingga memicu sejumlah ketegangan seperti yang terjadi di Laut Merah.
Baru-baru ini, sektor bahan kimia Jerman, yang terbesar di Eropa, mulai merasakan dampak dari tertundanya pengiriman melalui Laut Merah.
Baca juga: Hindari Houthi di Laut Merah, Kapal Israel Cari Jalan Lewat Arab Saudi dan Yordania
Impor penting dari Asia ke Eropa mulai dari suku cadang mobil dan peralatan teknik hingga bahan kimia dan mainan saat ini membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai karena pengirim kontainer telah mengalihkan kapal di sekitar Afrika dan menjauh dari Laut Merah dan Terusan Suez, menyusul serangan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata Houthi di Yaman.
Meskipun industri Jerman sudah terbiasa mengalami gangguan pasokan setelah pandemi dan perang Ukraina, dampak berkurangnya lalu lintas melalui jalur perdagangan mulai terlihat, dengan pabrik Tesla di Berlin yang menjadi korban paling menonjol sejauh ini.
Sektor bahan kimia Jerman, yang merupakan industri terbesar ketiga setelah mobil dan teknik dengan penjualan tahunan sekitar 260 miliar euro atau sekitar 282 miliar dolar AS, bergantung pada Asia untuk sekitar sepertiga impornya dari luar Eropa.
“Departemen pengadaan saya saat ini bekerja tiga kali lebih keras untuk mendapatkan sesuatu,” kata Martina Nighswonger, CEO dan pemilik Gechem GmbH & Co KG, yang mencampur dan membotolkan bahan kimia untuk klien industri besar.
Akibat penundaan tersebut, Gechem, yang menghasilkan penjualan tahunan sebesar dua digit jutaan euro, telah menurunkan produksi mesin pencuci piring karena tidak dapat memperoleh cukup trinatrium sitrat serta asam sulfamat dan asam sitrat.
“Perusahaan saat ini sedang meninjau sistem tiga shiftnya,” kata Nighswonger, seraya menambahkan bahwa dampak buruk dari keterbatasan transportasi dapat tetap menjadi masalah setidaknya pada paruh pertama tahun ini.
Sementara itu, produsen bahan kimia khusus yang lebih besar, Evonik juga mengatakan pihaknya terkena dampak "perubahan rute dan penundaan dalam waktu singkat", menambahkan beberapa kapal telah mengubah arah sebanyak tiga kali dalam beberapa hari.
Evonik lantas mencoba memitigasi dampak tersebut dengan memesan lebih awal dan beralih ke angkutan udara, yang dianggap sebagai pengganti sementara karena beberapa bahan kimia tidak diperbolehkan untuk diangkut dengan pesawat.
Selain impor yang tertunda, produsen bahan kimia juga menyebutkan biaya bahan bakar yang lebih tinggi, karena kapal tanker yang mengangkut bahan mentah penting membutuhkan waktu sekitar 14 hari lebih lama untuk sampai, dan menambahkan bahwa biaya-biaya ini hanya dapat dibebankan sebagian kepada pelanggan.