Bagaimana Awal Mula Israel Bisa Urus Pajak Palestina hingga Kini Berakhir Dikirim ke Norwegia?
Perjanjian bernama "Protokol Paris" menjadi awal bagaimana Israel bisa mengurusi pajak Palestina dan kini berakhir dikirim ke Norwegia.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Israel mengumumkan bakal mengirim pendapatan pajak Palestina ke Norwegia alih-alih dikirim ke Otoritas Palestina (PA).
Hal ini diumumkan oleh kantor Perdana Menteri Israel pada Minggu (21/1/2024) lalu.
“Dana yang dibekukan tidak akan dikirim ke Otoritas Palestina, tetapi akan tetap berada di tangan negara ketiga,” demikian pengumuman dari pemerintah Israel dikutip dari Aljazeera.
Israel mengungkapkan kendati bakal dikirim ke Otoritas Palestina, maka harus seizin dari Kementerian Keuangan Israel.
“Uang atau pertimbangannya tidak akan ditransfer dalam keadaan apapun, kecuali dengan persetujuan Menteri Keuangan Israel, bahkan melalui pihak ketiga,” jelas Israel.
Adapun kebijakan ini pertama kalinya diawali dengan pemotongan hasil pajak oleh Israel kepada Palestina usai adanya serangan roket dari Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.
Namun, Palestina justru menolak untuk menerima sisa hasil pajak lainnya yang masih ditahan oleh Israel.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk protes Palestina terhadap Israel.
“Setiap pemotongan dari hak-hak keuangan kami atau persyaratan apapun yang diberlakukan oleh Israel yang mencegah Otoritas Palestina untuk membayar orang-orang kami di Jalur Gaza ditolak oleh kami,” kata pejabat senior Otoritas Palestina, Hussein al-Sheikh.
Baca juga: ICJ akan Sampaikan Keputusan Sementara atas Kasus Genosida Israel pada Jumat
Terlepas dari semua itu, lalu bagaimana awal mula Israel bisa mengurusi pajak Palestina?
Perjanjian Bernama "Protokol Paris"
Semua hal ini berawal dari adanya perjanjian antara Israel dan Otoritas Palestina pada tahun 1994 yang dikenal sebagai “Protokol Paris”.
Dikutip dari Reuters, perjanjian ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan di sektor ekonomi antara Israel dan wilayah Palestina yang didudkinya hingga tercapainya kesepakatan perdamaian final antara kedua negara.
Lalu, perjanjian ini merupakan hasil ratifikasi terbuka dari Perjanjian Oslo oleh Perdana Menteri (PM) Israel saat itu, Yitzhak Rabin dan Presiden Palestina saat itu, Yasser Arafat di Gedung Putih pada September 1993.