Pengampunan Najib Razak Tuai Kecaman, PM Anwar Ibrahim Bantah Malaysia Melunak soal Korupsi
Keseriusan Malaysia dalam menanggapi kasus korupsi menurut Anwar Ibrahim dibuktikan melalui proses peradilan Najib Razak yang terus berlanjut.
Penulis: Bobby W
Editor: Febri Prasetyo
Dia mengatakan pegawai negeri harus bekerja sama sepenuhnya dalam memerangi korupsi untuk menyelamatkan negara dari berbagai penyalahgunaan kekuasaan dan penyalahgunaan kekayaan negara
Hal ini menurut Anwar wajib diterapkan guna meningkatkan kepercayaan masyarakat dan pendapatan nasional.
"Jika kita bisa menyelamatkan RM10 miliar hingga RM20 miliar, itu bukan untuk memperbaiki rumah Perdana Menteri atau tunjangan beliau. Apa yang kita dapat dari pengembalian itu, kita kembalikan kepada rakyat, akhiri kemiskinan, berikan pendidikan berkualitas, selamatkan anak-anak dari semua masalah ras, agama, wilayah, sehingga kita tidak lagi bertengkar atas alokasi kecil," katanya.
Dia mengakui bahwa kerugian pendapatan dari kebocoran minyak mentah dan diesel masih belum sepenuhnya terkendali dan bahkan ada kelompok kecil di beberapa tingkat, termasuk di perbatasan, pelabuhan, dan departemen pajak yang masih melakukan kegiatan korupsi.
Anwar mengatakan tekad pemerintah dapat dilihat dari tindakan tegas yang diambil oleh lembaga penegak hukum termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi Malaysia (MACC) dan Lembaga Pajak Dalam Negeri (IRB) dalam masalah pemberantasan korupsi dan penggelapan dana.
Dia mengatakan, sebagai contoh, tindakan MACC yang membuka surat penyelidikan atas masalah yang melibatkan Spanco Sdn Bhd,
Spanco merupakan sebuah perusahaan tunggal yang memegang kontrak pasokan dan pemeliharaan kendaraan pemerintah.
"Tindakan dan sikap tegas saya terhadap Spanco sudah lama saya tunjukkan ketika saya menjadi Menteri Keuangan," ungkapnya.
"Jadi ketika saya menyelidiki, saya tidak tahu di mana kesalahan itu tetapi saya tahu peraturannya tidak benar, saya tahu itu merugikan negara, saya tahu itu tidak menyenangkan bagi pegawai negeri tetapi kita lemah, tidak bisa melakukan apa-apa karena tidak ada ketegasan dan tekad politik untuk bertindak," katanya.
(Tribunnews.com/Bobby WIratama)