AS Diam-diam Setujui 100 Penjualan Senjata ke Israel Sejak 7 Oktober 2023
AS diam-diam setujui lebih dari 100 penjualan senjata ke Israel sejak 7 Oktober 2023. Jubir Departemen Luar Negeri AS Matt Miller mengonfirmasi ini.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) diam-diam menyetujui lebih dari 100 penjualan senjata ke Israel sejak 7 Oktober 2023.
Penjualan itu termasuk ribuan bom yang digunakan Israel untuk membombardir Jalur Gaza, yang menewaskan lebih dari 30.000 warga Palestina.
Surat kabar AS, The Washington Post, mengutip para pejabat dan anggota parlemen AS, melaporkan informasi itu dirahasiakan dari publik selama ini.
Hanya dua kesepakatan yang telah diumumkan sejak awal perang, yaitu pengiriman amunisi tank senilai $106 juta, dan komponen yang dibutuhkan untuk memproduksi peluru kaliber 155 mm senilai $147,5 juta.
"Penjualan tersebut melibatkan ribuan amunisi berpemandu presisi, bom berdiameter kecil, penghancur bunker, senjata ringan dan bantuan mematikan lainnya," lapor The Washington Post, Kamis (7/3/2024).
Beberapa transfer senjata diproses tanpa debat publik.
Hal ini karena masing-masing transfer itu berada di bawah jumlah dolar tertentu yang mengharuskan cabang eksekutif untuk memberi tahu Kongres secara individual.
Meski sudah mengirim ribuan bom, pemerintahan Presiden AS, Joe Biden, masih berupaya mengirimkan bantuan militer tambahan senilai $14 miliar ke Israel.
Permintaan itu masih menunggu persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat AS.
Mantan pejabat senior di pemerintahan Joe Biden, Jeremy Konyndyk, mengomentari kabar tersebut.
"Ini adalah jumlah penjualan yang luar biasa dalam waktu yang sangat singkat," katanya.
Baca juga: Puluhan Perwira Tewas di Gaza, Israel Kelabakan Cari Pengganti Lewat Kursus Kilat
Menurutnya, transfer besar-besaran dari AS ini menunjukkan bahwa Israel tidak akan bertahan dari manuver yang dilakukan Hamas tanpa dukungan AS.
Ia juga menyoroti banyaknya senjata yang ditransfer oleh AS ke Israel dalam waktu singkat.
Sebelumnya, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matt Miller, mengatakan pemerintahan Joe Biden sudah memberi informasi kepada Kongres AS soal pengiriman senjata itu, setidaknya lebih dari 200 kali.