Gegara Rudal Houthi Setengah Pekerja di Pelabuhan Eilat Jadi Korban PHK, Israel Makin Boncos
Adapun konflik ini pertama kali pecah pada November lalu tepatnya setelah Houthi, milisi sayap kanan Iran itu melakukan penyerangan kapal-kapal kargo
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Hampir separuh pekerja di Pelabuhan Eilat Israel berisiko kehilangan pekerjaan, setelah pelabuhan terbesar ketiga di Israel itu mengalami pukulan finansial akibat krisis yang melanda di jalur perdagangan Laut merah.
Kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) mencuat usai Federasi buruh Histadrut, organisasi payung bagi ratusan ribu pekerja sektor publik Israel mengungkap rencana pelabuhan Eilat Israel yang akan melakukan pemangkasan karyawan mulai Rabu (20/3/2024).
Tak dijelaskan secara spesifik divisi mana saja yang akan terpengaruh dalam PHK kali ini, menurut informasi yang dikumpulkan Federasi buruh Histadrut, pihak manajemen pelabuhan kabarnya akan memecat setengah dari 120 karyawannya.
Baca juga: Sistem Pertahanan Misil Israel Gagal Cegat Rudal Balistik Houthi, Gempur Pelabuhan Eilat Tanpa Ampun
“Separuh pekerja di Pelabuhan Eilat Israel berisiko kehilangan pekerjaan dampak dari perusahaan pelayaran mengubah rute kapal untuk menghindari serangan militan Houthi di Yaman,” jelas juru bicara Federasi Histadrut dikutip dari Al Arabiya,
Adapun konflik ini pertama kali pecah pada November lalu tepatnya setelah Houthi, milisi sayap kanan Iran itu melakukan penyerangan terhadap kapal-kapal kargo milik perusahaan Israel dan para sekutunya yang melintas di Laut Merah.
Tak sampai disitu Houthi berulang kali membombardir pelabuhan Eliat yang menjadi pusat perekonomian Israel, hingga sejumlah pemukiman yang berada di dekat pelabuhan Eliat hancur akibat dihantam sebuah rudal jelajah yang datang dari arah Laut Merah.
Pejabat Houthi beranggapan blokade dan penyerangan yang mereka lakukan adalah bentuk protes atas agresi Israel di Gaza, Palestina yang telah menewaskan lebih dari 31.000 jiwa.
Pendapatan Pelabuhan Eliat Anjlok
Imbas serangan kelompok bersenjata Houthi Yaman pro Palestina, ratusan kapal mulai mengalihkan rute perjalannya menuju ke wilayah Laut Merah, alhasil pemasukan pelabuhan Eilat yang merupakan satu-satunya terminal kargo andalan Israel di Laut Merah mengalami kerugian besar.
CEO Pelabuhan Eilat, Gideon Goldberg melaporkan bahwa bisnis di dermaga turun sekitar 85 persen usai dihajar Houthi hingga membuat kapal-kapal sekutu Israel enggan untuk bersandar di pelabuhan tersibuk ketiga di Israel.
“Sejak Houthi mengumumkan pemblokiran Bab-el-Mandeb, kapal-kapal takut melewati perjalanan mereka ke Eilat dan memilih rute yang melewati seluruh benua Afrika dengan cara yang memperpanjang durasi perjalanan sebesar sekitar 20 hari," kata Golber.
Baca juga: Houthi Buat AS Siaga karena Rudal Hipersonik, Abdul Malik Ancam Samudera Hindia Sabina Singh Was-Was
Israel Gagal Jadi Supplier Top Gas LNG
Tak hanya itu dampak lain yang ditimbulkan dari serangan Houthi juga berdampak buruk bagi sektor bisnis gas alam cair (LNG) Israel. Sebelum konflik laut Tengah memanas, Israel sempat berambisi Israel untuk menjadikan dirinya sebagai eksportir Gas Alam Cair (LNG) terbesar di pasar internasional.
Namun akibat serangan brutal di kawasan itu, Israel semakin kesulitan untuk mengirimkan pasokan gas LNG nya. Sehingga banyak mitra Israel yang memilih untuk beralih ke pasar lainnya yang jauh lebih aman.
“Serangan Houthi menyebabkan penundaan, karena kemacetan di pelabuhan ini membuat para pemasok asal Israel mengirimkan barangnya jauh lebih lama dari biasanya,” ujar Drewry World Container Index, yang melacak pelayaran di delapan rute utama antara AS, Eropa, dan Asia.
Inflasi Israel di Depan Mata
Serangkaian masalah ini yang menyebabkan Israel merugi hingga sepuluh setengah miliar shekel, atau sekitar 3 miliar dolar AS, memicu tekanan inflasi dalam jangka pendek hingga Bank Sentral Israel, terpaksa memangkas suku bunga acuan untuk pertama kalinya sejak 2020, dari awalnya 4,75 persen menjadi 4,5 persen.
Tak hanya memicu krisis, perang juga membuat tingkat kemiskinan Israel melonjak tajam. Menurut catatan tahunan yang dirilis perusahaan riset Alternative Poverty Report sebanyak 19,7 persen warga Israel kini kehilangan pendapatan imbas agresi perang.
"Tanpa melakukan penyesuaian anggaran yang diperlukan, hal ini dapat merugikan pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan memburuknya rasio utang terhadap PDB. Selama beberapa tahun ke depan, akan berdampak negatif pada ekonomi Israel," jelas pimpinan Bank Sentral Israel Amir Yaron .