Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rafale Tumbangkan Sukhoi SU-35, Ekspor Senjata Rusia Terjun Bebas Digerus Perang Lawan Ukraina

Rafale telah terjual ke berbagai negara dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Indonesia yang telah memesan 42 unit. Nasib yang berbeda dialami SU-35

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Rafale Tumbangkan Sukhoi SU-35, Ekspor Senjata Rusia Terjun Bebas Digerus Perang Lawan Ukraina
Kolase Tribunnews
Jet tempur Rafale kalahkan SU-35. Prancis geser Rusia di bidang ekspor senjata internasional. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Larisnya ekspor pesawat tempur Rafale ke berbagai negara membuat Prancis mengalahkan Rusia pertama kalinya di bidang penjualan senjata internasional.

Rafale yang berjuluk pesawat tempur "omni role" ini telah terjual ke berbagai negara dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Indonesia yang telah memesan 42 unit.

Rafale juga laris diborong negara-negara spesialis importir senjata, seperti India, Qatar hingga Uni Emirat Arab.

Di sisi lain, Rusia yang terjebak dalam perang tak berkesudahan dengan Ukraina tampak kesulitan menjual senjata mereka.

Sebab, pabrikan senjata Rusia harus memprioritaskan kebutuhan dalam negeri demi menyukseskan kampanye militer mereka di Ukraina.

Kekosongan yang ditinggalkan Rusia ini telah diisi oleh negara Eropa yang ingin memperluas penjualan senjata: Prancis.

Baru-baru ini, Kementerian Pertahanan Inggris menerbitkan sebuah video pada tanggal 21 Maret yang menunjukkan penurunan ekspor senjata Rusia setelah perang di Ukraina.

Kementerian Pertahanan Inggris menulis di Platform X: “Di tengah tekanan perang, Rusia telah merosot peringkatnya sebagai eksportir pertahanan terkemuka.”

BERITA TERKAIT

Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) mengenai transfer senjata global, video tersebut diawali dengan penekanan bahwa Rusia telah mencatat penurunan transfer senjata global sebesar 53 persen sejak tahun 2019.

Selain itu, hanya 12 negara yang menerima senjata Rusia pada tahun 2023. Angka ini jauh jika dibandingkan dengan tahun 2019, di mana ada 31 negara yang menerima senjata "made in stalinium"

“Penurunan ini kemungkinan besar disebabkan oleh Rusia yang memprioritaskan peralatan untuk operasi di Ukraina dan berkurangnya permintaan pelanggan karena kinerja yang buruk di medan perang,” tulisnya Kementerian Pertahanan Inggris.

Selain perang, penjualan senjata Moskow juga dibayangi sanksi keras bagi negara yang nekat membelinya.

Berdasarkan data SIPRI, Tiongkok, Mesir, dan India merupakan tiga negara penerima senjata Rusia terbesar antara tahun 2019 dan 2023. Namun, terjadi penurunan tajam dalam jumlah peralatan yang dibeli negara-negara tersebut dari Rusia pada tahun 2023.

“Di antara dua periode tersebut, ekspor senjata Rusia ke India menurun sebesar 34 persen, sementara ekspor ke Tiongkok menurun sebesar 39 persen dan ke Mesir sebesar 54%. Aljazair dan Vietnam, yang merupakan negara penerima bantuan terbesar ketiga dan keempat di Rusia pada tahun 2014-2018, mengalami penurunan ekspor masing-masing sebesar 83% dan 91%,” tulis analis SIPRI.

Meskipun Rusia telah menegaskan, transfer senjata mereka mengalami kemajuan yang stabil, angka-angka tersebut menunjukkan penurunan yang drastis.

Salah satu contoh paling mencolok dari ketidakmampuan Rusia mengirimkan senjata sesuai jadwal terlihat di Armenia.

Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan negara Kaukasia tersebut memisahkan diri dari sekutu lamanya dan melakukan diversifikasi impor senjata.

India pun kena getahnya. Dalam sebuah laporan di negeri itu, media setempat berspekulasi bahwa pengiriman sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia mungkin tertunda karena perang.

Penurunan tajam ekspor senjata Rusia belakangan menjadi berkah bagi Amerika Serikat dan Prancis.

Pieter Wezeman, peneliti senior di SIPRI, mengatakan bahwa sanksi terkait perang brutal Moskow terhadap Ukraina tampaknya “lebih berkontribusi terhadap peningkatan ekspor senjata Prancis.”

Menurut data SIPRI, Prancis menjadi eksportir persenjataan berat terbesar kedua di dunia pada tahun 2019 hingga 2023.

Pada tahun 2019-2023, Prancis berhasil melampaui Rusia dan menempati posisi kedua dalam peringkat ekspor senjata utama dunia.

Meningkat sebesar 47% antara tahun 2014–2018 dan 2019–23, ekspor senjata Perancis menyumbang 11% dari seluruh transfer senjata selama periode tersebut.

Antara tahun 2019 dan 2023, Prancis memasok persenjataan besar ke 64 negara, jauh lebih banyak dibandingkan Rusia.

Peningkatan ekspor pertahanan Perancis terutama disebabkan oleh penjualan jet tempur Dassault Rafale.

Perjanjian signifikan untuk pesawat tempur Rafale Dassault Aviation dengan negara-negara termasuk Qatar, Mesir, dan India telah berkontribusi pada naiknya peringkat Perancis.

Jet tempur, helikopter, dan tank Rusia merupakan sebagian besar ekspor senjatanya ke negara-negara sahabat.

Namun, hal tersebut mulai berubah. Sejak 2014 hingga 2018, Prancis mengekspor 23 unit Rafale.

Jumlah ini meningkat menjadi 94 antara tahun 2019 dan 2023, atau kurang dari 31% ekspor persenjataan Perancis pada periode tersebut.

Pada akhir tahun 2023, ada setidaknya 193 Rafale lagi yang dipesan.

Indonesia, misalnya, membatalkan rencananya untuk membeli pesawat Sukhoi Su-35 dari Rusia karena kemungkinan sanksi AS atas konflik Moskow di Ukraina.

Jakarta akhirnya memutuskan untuk melakukan pembelian besar-besaran jet tempur Rafale.

Demikian pula, Rusia sedang dalam pembicaraan dengan Uni Emirat Arab (UEA) untuk penjualan jet tempur Su-35S, dan para pejabat menyatakan optimisme terhadap kemungkinan kesepakatan hingga beberapa tahun yang lalu.

Namun, Riyadh menandatangani perjanjian dengan Dassault Aviation untuk membeli 80 jet Rafale F4, varian terbaru pesawat tempur generasi 4,5 tersebut.

Seperti negara-negara di atas, meskipun Mesir merupakan pembeli senjata Rusia yang loyal, Kairo juga mengambil arah yang berbeda, dengan membeli jet Rafale Prancis dibandingkan Su-35 Rusia.

Su-35 yang dimaksudkan untuk Kairo kini dikabarkan telah diakuisisi Iran.

Selain Rafale, terjadi lonjakan penjualan kapal perang kombatan buatan Prancis.

Menurut data SIPRI, Prancis meningkatkan ekspor kapal militer dan persenjataan untuk melengkapinya sebesar 14% antara tahun 2014–18 dan 2019–23.

Prancis juga dinilai berhasil mendekat sekutu tradisional Rusia: India.

Sebagai informasi, India adalah importir senjata terbesar di dunia.

Rusia dan Perancis masing-masing menyumbang 36% dan 33% impor negara tersebut.

Laporan SIPRI menyatakan, “India juga merupakan penerima senjata Rusia terbesar pada tahun 2014–18, namun ekspor ke India menurun sebesar 34 persen antara tahun 2014–18 dan 2019–23.”

Prancis telah membuat terobosan cepat ke India dengan menawarkan Rafale dan Scorpene.

Pada bulan Januari 2024, kedua negara berjanji untuk memperkuat hubungan industri pertahanan mereka setelah Perancis menjual 26 pesawat tempur Rafale Marine (berbasis kapal induk) dan tiga kapal selam kelas Scorpene ke New Delhi.

Jet tempur Rusia jatuh

Sebuah pesawat militer Rusia jatuh ke dekat Laut Krimea,

Kepala Otoritas Sevastopol yang dilantik Rusia, Mikhail Razvozhayev, 28 Maret 2024 mengatakan, pilot pesawat berhasil keluar menggunakan kursi pelontar dan dijemput tim penyelamat sekitar 200 meter dari pantai.

Razvozhayev menyatakan pilot tidak terluka dan tidak ada lokasi sipil yang rusak akibat kecelakaan itu.

Razvozhayev juga tidak merinci penyebab jatuhnya pesawat maupun jenis pesawat tersebut.

Sebelumnya pada tanggal 28 Maret, saluran Telegram Rusia membagikan rekaman yang diklaim menunjukkan pesawat terbakar dan jatuh di semenanjung Krimea dan terlihat parasut pilot yang terlontar.

Menurut klaim yang dibagikan di saluran Telegram Crimean Wind, pesawat jatuh karena tidak sengaja ditembak oleh pasukan Rusia sendiri.

Saluran tersebut mengatakan, pesawat jatuh di atas Sevastopol setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Belbek.

Meskipun model pasti pesawat tersebut tidak jelas, rekaman yang dibagikan di saluran Telegram menunjukkan apa yang tampak seperti jet tempur.

Beberapa saluran mengidentifikasi pesawat itu sebagai Su-35 atau Su-27.

Diketahui, Angkatan Udara Rusia menderita kerugian besar pada akhir Februari dan Maret.

Mereka kehilangan lebih dari selusin pesawat tempur, termasuk pembom tempur Su-34, jet tempur Su-35, dan pesawat mata-mata militer A-50 yang langka.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas