Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mati Syahid dalam Islam: Di Balik Reaksi 'Tenang' Ismail Haniyeh saat 3 Anaknya Dibunuh Israel

Banyak yang mempertanyakan kurangnya emosi yang ditunjukkan Ismail Haniyeh, sementara yang lain mengaitkannya dengan konsep kesyahidan dalam Islam.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Mati Syahid dalam Islam: Di Balik Reaksi 'Tenang' Ismail Haniyeh saat 3 Anaknya Dibunuh Israel
Screenshot Twitter
Reaksi Ismail Haniyeh saat mendengar kabar anak-anaknya tewas dalam serangan udara Israel 

Umat Islam percaya bahwa mereka yang mati syahid diberikan keistimewaan khusus dari Allah, termasuk diampuni dosanya dan diberikan tempat di surga.

Mereka yang mati syahid diyakini memiliki “mahkota martabat” di kepalanya di akhirat.

Ada pula yang menyoroti konsep ketabahan dan ketahanan yang dikenal dengan istilah "Sumud" dalam bahasa Arab.

Istilah ini pertama kali digunakan secara luas di Palestina untuk menggambarkan tindakan setelah perang tahun 1967, yang dikenal di kalangan warga Palestina sebagai Naksa, yang berujung pada aneksasi dan pendudukan Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza.

Kepala sayap politik Hamas, Ismail Haniyeh
Kepala sayap politik Hamas, Ismail Haniyeh (AFP)

Respons Pihak Israel

Militer Israel mengatakan pihaknya telah menghilangkan tiga anggota sayap militer Hamas di Gaza tengah, dan menambahkan bahwa mereka adalah putra Haniyeh, namun tidak menyebutkan pembunuhan cucu-cucunya.

Israel kemudian menambahkan bahwa keputusan untuk membunuh keluarga Haniyeh tidak diketahui oleh kabinet perang Israel atau Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Haniyeh mengatakan bahwa serangan terhadap keluarganya tidak akan mengakhiri perundingan gencatan senjata atau memberikan tekanan pada Hamas untuk mengubah sikap negosiasinya.

Berita Rekomendasi

“Musuh akan berkhayal jika berpikir bahwa menargetkan anak-anak saya, akan mendorong Hamas untuk mengubah posisinya,” katanya.

Keluarga Haniyeh Dianggap Warga Sipil Biasa

Omar Shakir, direktur Israel dan Palestina di Human Rights Watch, menyoroti bahwa kerabat kombatan yang tidak terlibat dalam pertempuran dianggap warga sipil.

“Bahkan para pemimpin politik, jika tidak terlibat dalam operasi militer, bukanlah sasaran militer yang sah berdasarkan hukum perang," katanya dalam sebuah postingan di X.

"Serangan yang disengaja terhadap warga sipil adalah kejahatan perang keji yang tidak memiliki pembenaran."

Lebih dari 33.000 warga Palestina telah terbunuh di Gaza sejak dimulainya perang pada 7 Oktober.

Serangan pemboman Israel di Gaza telah menjerumuskan negara tersebut ke dalam krisis kemanusiaan yang parah.

Beberapa organisasi bantuan memperingatkan bahwa daerah kantong tersebut berada di ambang kelaparan.

Sebanyak 13.000 orang dinyatakan hilang menurut pemantau hak asasi manusia Euro-Med, sementara lebih dari 70.000 warga Palestina terluka, kata Kementerian Kesehatan Palestina.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas