Karyawan Google di PHK Usai Desak CEO Putus Kontrak Rp19,4 Triliun dengan Israel
Sejumlah karyawan yang terlibat dalam aksi protes kontrak cloud computing dengan pemerintah Israel ditangkap dan ditahan oleh polisi.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Sejumlah karyawan Google yang bekerja di kantor cabang New York dan California dipecat usai melakukan perlawanan dengan menggelar demo, memprotes sang CEO untuk memutus kontrak cloud computing dengan pemerintah Israel.
Protes yang dipimpin oleh organisasi No Tech for Apartheid ini berlangsung sejak tanggal 17 April di seluruh kantor Google di New York City, Seattle, dan Sunnyvale, California.
Para karyawan Google melakukan aksi protes dengan duduk di depan kantor selama hampir 10 jam sebagai bentuk kekecewaan atas tindakan sang CEO yang melakukan kontrak kerja sama senilai 1,2 miliar dolar AS atau Rp 19,4 triliun untuk menyediakan layanan AI dan cloud kepada pemerintah Israel.
"Teknologi ini memungkinkan pengawasan lebih lanjut dan mengumpulkan data warga Palestina yang melanggar hukum, dan memfasilitasi perluasan pemukiman ilegal Israel di tanah Palestina," demikian tertulis dalam surat terbuka anonim yang mengatasnamakan karyawan Google dan Amazon di The Verge.
Baca juga: Elon Musk PHK 14.000 Karyawan, Bisnis Mobil Listrik Tesla Boncos Disalip Mobil China
"Produk yang kami buat digunakan untuk mengabaikan hak-hak dasar warga Palestina, memaksa warga Palestina keluar dari rumah mereka, dan menyerang warga Palestina di Jalur Gaza," lanjutnya.
Namun pasca aksi demo digelar, sejumlah karyawan yang terlibat dalam aksi protes kontrak cloud computing dengan pemerintah Israel ditangkap dan ditahan oleh polisi.
Mereka dibawa paksa oleh aparat dari kantor perusahaan di New York dan Sunnyvale, California, pada Selasa malam setelah melakukan aksi duduk berjam-jam.
Tak sampai disitu 28 karyawan tadi juga turut dipecat dari jabatannya karena dianggap mengganggu dan menghalangi pekerja lainnya untuk mengakses fasilitas perusahaan.
"Menghalangi pekerjaan karyawan lain secara fisik dan mencegah mereka mengakses fasilitas kami merupakan pelanggaran yang jelas terhadap kebijakan kami, dan perilaku yang sama sekali tidak dapat diterima," kata Google dalam sebuah pernyataan tentang para pengunjuk rasa.
“Oleh karenanya para pekerja yang tergabung dalam kampanye No Tech for Apartheid diberitahu bahwa mereka diberhentikan oleh perusahaan,” imbuh Google.
Apa itu Project Nimbus
Project Nimbus merupakan proyek kerja sama pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan antara pihak militer Israel dengan Google dan sejumlah perusahaan teknologi lain seperti Amazon.
Proyek senilai 1,2 miliar dolar AS ini menyediakan layanan cloud kepada pemerintah Israel.
Juru bicara Google berdalih teknologi cloud digunakan untuk mempercepat transformasi digital negara Zionis tersebut.
Namun banyak pihak menilai hadirnya layanan ini dapat membantu pemerintah Israel melakukan pengumpulan data yang tidak sah terhadap warga Palestina.
Selain itu teknologi cloud dapat memfasilitasi pemerintah Israel menjalankan segregasi ras untuk mempercepat genosida sistematik dan perluasan pemukiman ilegal Israel di tanah Palestina.
Alasan tersebut yang membuat para karyawan dan organisasi No Tech for Apartheid dengan kompak menyerukan perintah pada CEO agar Google mengakhiri kontrak kerjasama teknologi cloud dengan pemerintah Israel.