Tangis Anak-anak Pengungsi di Rafah: Kami Tak Tahu Harus ke Mana Lagi? Rumah Kami Dibom
Rafah wilayah kecil dengan penduduk 1,5 juta jiwa itu dijatuhi bom pada beberapa titik mengakibatkan jatuh korban jiwa.
Penulis: Hasanudin Aco
"Saya mengungsi dari Shujayea ke Nuseirat, lalu ke Deir Al-Balah, lalu ke Rafah, dan ini akan menjadi pengungsian kelima," kata Al-Ghul seperti dilansir Al Jazeera, Rabu (8/5/2024).
"Kami tidak tahu harus ke mana. Situasinya buruk. Kami tidak cukup tidur pada malam hari karena bom-bom diluncurkan di atas kepala kami."
Pengungsi Palestina lain di Rafah, Emad, menyebut masa depan orang-orang di Jalur Gaza tidak jelas.
Ia mengaku kebingungan mencari tempat aman di Jalur Gaza, wilayah Palestina yang telah diblokade Israel sejak 2007 dan mengurung jutaan orang di enklave tersebut.
"Keluarga saya terdiri dari empat orang, ada empat orang lain dari keluarga saudara saya, totalnya delapan. Ke mana kami harus pergi?" kata Emad.
"Saya bahkan belum membereskan tenda saya. Kami butuh uang untuk membawanya."
Pasukan Israel sejak awal pekan ini mengebom sejumlah titik di timur Rafah dan menutup titik penyeberangan antara Gaza dan Mesir.
Penutupan ini membuat arus bantuan kemanusiaan kepada masyarakat Gaza yang terancam kelaparan terhenti.
Kendati diprotes berbagai pihak, termasuk sekutu-sekutu Israel, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu nekat menyerang Rafah yang dipadati pengungsi.
Netanyahu mengeklaim Rafah menjadi basis kekuatan Hamas.
Tentara Israel mengatakan pihaknya menginstruksikan keluarga-keluarga Palestina di Rafah timur untuk melarikan diri sebagai persiapan menghadapi serangan darat yang diperkirakan akan terjadi di kota dekat perbatasan Gaza dengan Mesir.
Namun ketika banyak pengungsi mengemasi barang-barang mereka untuk pindah lagi, pihak berwenang di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan serangan udara Israel telah menargetkan daerah-daerah tertentu yang diperintahkan untuk dievakuasi di Rafah timur.