Berpotensi Panas, Kepolisian Bangkok Terjunkan Ratusan Unit Pengamanan di Parade LGBTQ Tahun Ini
Meski menjadi hal yang positif bagi masyarakat Thailand, RUU ini menuai pro dan kontra dalam muatan konteksnya.
Penulis: Bobby W
Editor: Tiara Shelavie
Hal inilah yang mendorong untuk diusulkannya RUU kesetaraan pernikahan di Thailand.
Meski menjadi hal yang positif bagi masyarakat Thailand, RUU ini menuai pro dan kontra dalam muatan konteksnya.
RUU kesetaraan pernikahan yang diusulkan akan menyebut pernikahan sebagai kemitraan antara dua individu, bukan antara seorang pria dan seorang wanita atau seorang suami dan seorang istri.
Pasangan akan memiliki hak penuh, termasuk mendapatkan perawatan medis, insentif pajak, hak warisan, dan hak untuk mengadopsi anak.
Namun, RUU tersebut tidak mengidentifikasi pasangan sesama jenis dan LGBTQ bisa menjadi sosok "orang tua" bila mereka memiliki anak atau mengadopsi anak..
Hal ini dinilai berpotensi mengingkatkan diskriminasi dan pelecehan antara anak-anak, menurut Nada Chaiyajit, advokat LGBTQ dan dosen hukum di Universitas Mae Fah Luang.
"Jika hukum tidak mengakui status "orang tua", ini berpotensi menciptakan diskriminasi dalam bentuk pelecehan sosial," kata Nada seperti yang dikutip Tribunnews dari Al Jazeera.
"Bakal ada cemoohan Ibumu bukan ibumu yang sebenarnya dan perundungan sejenis yang seperti itu." lanjut Nada.
Nada mengatakan belum jelas apa saja hak-hak hukum lainnya yang akan diterima oleh mereka yang mengidentifikasi diri sebagai LGBTQ jika mereka tidak secara sah diakui sebagai orang tua dan para pendukung tetap bertekad agar istilah tersebut dijelaskan dalam hukum.
"Diperlukan banyak kerja yang harus dilakukan. Setidaknya kita masih memiliki beberapa kesempatan untuk bekerja dengan Senat untuk membawa kembali kata "orang tua" untuk melengkapi hak-hak kita untuk pembentukan keluarga. Kami akan terus mendorong upaya tersebut," tambah Nada.
Emilie Palamy Pradichit, pendiri Manushya Foundation, sebuah organisasi hak asasi manusia di Bangkok, mengatakan bahwa frasa tersebut berarti RUU yang diusulkan tidak benar-benar untuk kesetaraan pernikahan.
"Ini berarti hanya orang-orang dari jenis kelamin yang sama yang diakui sebagai ayah atau ibu yang akan diizinkan untuk menikah, karena itu adalah RUU sesama jenis, bukan RUU kesetaraan pernikahan yang sejati." keluh Emilie.
"Misalnya, jika seorang wanita transgender ingin menikahi orang non-biner... mereka tidak akan bisa melakukannya. Thailand tidak memiliki hukum identitas gender yang sah - itu adalah isu inti," kata dia kepada Al Jazeera.
(Tribunnews.com/Bobby)