Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
BBC

Eutanasia: Kisah pasutri asal Belanda yang memutuskan 'mengakhiri hidup' bersama

Sebanyak 33 pasangan di Belanda memilih mengakhiri kehidupan mereka secara sengaja pada 2023. Apakah mereka benar-benar tidak memiliki…

zoom-in Eutanasia: Kisah pasutri asal Belanda yang memutuskan 'mengakhiri hidup' bersama
BBC Indonesia
Eutanasia: Kisah pasutri asal Belanda yang memutuskan 'mengakhiri hidup' bersama 

“Apakah saya tidak akan mampu melakukan hal-hal yang menurut saya penting? Apakah saya tidak akan mengenali keluargaku lagi?" ujarnya tentang pertanyaan yang kerap muncul di benak para penderita demensia.

"Jika Anda bisa mengungkapkannya dengan cukup baik, jika dapat dipahami baik oleh dokter yang bersedia melakukan eutanasia, maupun dokter kedua yang berspesialisasi dalam kompetensi mental, ketakutan eksistensial tentang apa yang akan terjadi dapat menjadi alasan untuk mempertimbangkan eutanasia,” kata van Bruchem.

Karena dokter umum yang menangani mereka tidak mau terlibat, Jan dan Els berkunjung ke klinik eutanasia keliling bernama Centre of Expertise on Euthanasia.

Badan ini mengawasi sekitar 15% kematian eutanasia tahun lalu di Belanda. Dalam setahun, rata-rata mereka mengabulkan sekitar sepertiga permintaan eutanasia.

Dalam kasus pasangan yang ingin mengakhiri hidup bersama, petugas medis harus yakin bahwa salah satu pasangan tidak mempengaruhi pasangannya.

Dokter Bert Keizer telah menangani dua kasus eutanasia. Namun dia juga ingat pernah bertemu pasangan lain, ketika dia curiga pria tersebut memaksa istrinya.

Pada sebuah kunjungan ke pasiennya, Keizer berbicara empat mata dengan perempuan tersebut.

BERITA TERKAIT

“Dia bilang dia punya banyak rencana!” kata dokter Keizer. Dia berkata, perempuan tersebut jelas menyadari suaminya sakit parah, tapi dia tidak berencana untuk mati bersamanya.

Proses eutanasia pasangan itu akhirnya dihentikan. Sang pasien laki-laki belakangan meninggal karena sebab alamiah. Istrinya hingga kini masih hidup.

Cerita laki-laki berusia 29 tahun 'ditolong hingga meninggal' oleh dokter Belanda

Dokter Theo Boer, profesor etika kesehatan di Protestant Theological University, adalah salah satu dari sedikit kritikus eutanasia di Belanda. Dia percaya bahwa kemajuan dalam perawatan paliatif sering kali mengurangi kebutuhan akan eutanasia.

“Saya berpendapat bahwa pembunuhan yang dilakukan oleh dokter dapat dibenarkan. Namun, perlu ada pengecualian,” tuturnya.

Yang mengkhawatirkan Boer adalah dampak dari kasus duo-eutanasia, terutama setelah salah satu mantan perdana menteri Belanda dan istrinya memilih untuk meninggal bersama pada awal tahun ini, dan kemudian menjadi berita besar di seluruh dunia.

“Pada tahun lalu kita telah melihat puluhan kasus duo-eutanasia. Ada kecenderungan umum untuk mengglorifikasi kematian secara bersama-sama,” kata Boer.

“Tetapi tabu mengenai pembunuhan yang disengaja sudah mulai terkikis, dan terutama jika menyangkut duo-eutanasia,” tuturnya.

Jan dan Els mungkin bisa terus tinggal di mobil van mereka tanpa batas waktu. Apakah mereka merasa akan mati terlalu cepat?

“Tidak, tidak, tidak. Saya tidak dapat melihat masa depan seperti itu,” kata Els.

“Saya sudah menjalani hidup saya. Saya tidak ingin kesakitan lagi,” kata Jan. “Kami semakin tua, karena itu ami pikir ini harus dihentikan,” tuturnya.

Dan ada hal lain. Els telah diperiksa oleh dokter dan mengatakan bahwa dia masih memiliki kapasitas untuk memutuskan sendiri apakah dia ingin mati. Namun hal ini bisa berubah jika demensianya menjadi lebih parah.

Semua proses ini tidak mudah bagi putra Jan dan Els.

“Kamu tentu tidak ingin orang tuamu meninggal,” ujar Jan.

“Jadi, kami menangis bersama-sama. Putra kami berkata, ‘Waktu yang lebih baik bagi kalian akan datang, cuaca yang lebih baik’, tetapi tidak untuk saya.”

El juga merasakan hal yang sama. “Tidak ada solusi lain,” tuturnya.

Sehari sebelum pertemuan mereka dengan dokter eutanasia, Els, Jan, putra, dan cucu mereka sudah berkumpul.

Jan ingin menjelaskan keistimewaan mobil van mereka agar mudah diiklankan dan dijual.

“Kemudian saya berjalan-jalan di pantai bersama ibu saya,” kata putra mereka.

“Anak-anak sedang bermain, ada beberapa lelucon. Itu adalah hari yang sangat aneh.

“Saya ingat kami sedang makan malam di malam hari dan saya menitikkan air mata saat melihat kami semua makan malam terakhir bersama,” tuturnya.

Pada Senin pagi, semua orang berkumpul di rumah sakit. Para sahabat pasangan itu ada di sana. Begitu pula saudara laki-laki Jan dan Els, serta putra dan menantu perempuan mereka.

“Kami punya waktu dua jam bersama, sebelum dokter datang,” katanya.

“Kami berbicara tentang kenangan kami dan kami mendengarkan musik.”

Lagu berjudul Idlewild yang dinyanyikan Travis diputar untuk Els, sementara lagu The Beatles berjudul Now and Then dilantunkan untuk Jan.

“Setengah jam terakhir adalah masa yang sulit,” kata putra mereka.

“Para dokter tiba dan semuanya terjadi dengan cepat. Mereka menjalankan [prosedur] dan semuanya berlangsung hanya dalam hitungan menit.”

Els van Leeningen dan Jan Faber diberi obat mematikan oleh dokter. Keduanya meninggal bersama pada Senin, 3 Juni 2024.

Mobil van mereka belum dijual. Putra Els dan Jan memutuskan untuk menyimpan dan menggunakannya untuk berlibur bersama istri dan anak-anaknya.

“Pada akhirnya saya akan menjualnya. Saya ingin membuat beberapa kenangan untuk keluarga,” tutur putra Els dan Jan.

Sumber: BBC Indonesia
BBC
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas