FSB Tangkap Peneliti Prancis Diduga Agen Mata-mata yang Kumpulkan Informasi Rahasia Militer Rusia
Laurent Vinatier seorang ahli negara-negara bekas Soviet, dengan pengalaman bertahun-tahun bekerja di Rusia.
Penulis: Hasanudin Aco
Selain itu, pihak berwenang Rusia telah meminta "penilaian linguistik" terhadap rekaman pertemuan dan perangkat elektronik yang disita dari Vinatier.
Juga pada tanggal 4 Juli, pengadilan distrik Zamoskvoretsky mengatakan telah menyita aset Vinatier, sesuai dengan pasal 3, pasal 330.1 KUHP Federal Rusia.
Apa yang akan dilakukan Macron selanjutnya?
Menurut Reuters, penangkapan Vinatier oleh FSB dipandang sebagai sinyal kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron yang telah berulang kali meminta para pemimpin Eropa untuk meningkatkan dukungan terhadap Ukraina seiring kemajuan pasukan Rusia.
Sebelumnya, pemimpin Prancis tersebut membantah bahwa Vinatier bekerja untuk pemerintah Paris, dan mengatakan bahwa karakter tersebut bekerja untuk kelompok mediasi konflik (HD) yang berbasis di Swiss.
Macron menggambarkan penangkapan itu "sebagai bagian dari kampanye disinformasi Moskow" dan meminta Rusia untuk membebaskan Vinatier.
Mengomentari pernyataan FSB, surat kabar Le Parisien (Prancis) mengatakan bahwa hingga saat ini, satu-satunya tuduhan yang dilontarkan pihak Rusia terhadap Vinatier adalah bahwa mereka tidak mematuhi undang-undang "agen asing" dan "dengan sengaja mengumpulkan informasi tentang kegiatan militer, serta teknologi militer Rusia".
Namun, jika dalam waktu dekat dakwaan ini diubah menjadi “tuduhan spionase” atau mata-mata maka Vinatier berisiko menghadapi hukuman yang jauh lebih berat, hingga 20 tahun penjara.
Menurut Le Parisien, hukuman untuk "spionase" dan "pengkhianatan" di Rusia meningkat dua kali lipat dalam beberapa tahun terakhir, setelah Rusia melancarkan kampanye militer khusus di Ukraina pada Februari 2022.
Saat ini banyak pertanyaan mengenai reaksi Macron pasca pernyataan FSB tersebut.
Namun, menurut para analis, Macron kini terjebak dalam situasi yang lebih berat daripada sinyal peringatan Moskow.
Surat kabar Politico melaporkan pada tanggal 4 Juli bahwa terakhir kali Macron muncul di depan publik Prancis adalah pada hari Minggu lalu (30 Juni) ketika ia pergi ke tempat pemungutan suara pada putaran pertama pemilihan Majelis Nasional Prancis di pantai Le Touquet .
Orang-orang hanya melihat Macron dan istrinya berjalan di jalanan Le Touquet beberapa jam sebelum kemenangan Partai Reli Nasional (RN) diumumkan, yang menandai risiko kekalahan serius bagi pemimpin Prancis tersebut.
Sumber: Reuters/VHN