Gertak Barat, Putin: Kami Siap Perang Jika NATO Senggol Kawasan Perbatasan
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa pasukan tempur negaranya sudah siap berperang melawan Pakta Pertahanan Atlantik Utara
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, MOSCOW – Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa pasukan tempur negaranya sudah siap berperang melawan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Pernyataan tersebut dilontarkan Putin melalui wakil juru bicara kementerian Andrey Nastasyin, gertakan itu dilayangkan lantaran Putin kesal dengan aliansi Barat itu yang terus meningkatkan kekuatan militernya di kawasan perbatasan Rusia.
Terbaru, parlemen Finlandia menekan kesepakatan pertahanan yang mengizinkan Amerika Serikat (AS) mengakses 15 pangkalan militer di Finlandia yang hanya berjarak 303 kilometer dengan Rusia.
Baca juga: Bertemu Xi, Putin: Hubungan Rusia-Cina Ada dalam Kondisi ‘Terbaik’
Perjanjian tersebut juga akan memungkinkan Finlandia memberikan izin untuk AS membawa peralatan pertahanan, perlengkapan, material, dan tentara ke Finlandia.
Tak sampai disitu, AS juga kepergok memasok senjata ke Armenia, mencoba membangun kembali sektor pertahanan negara itu dan melemahkan mekanisme keamanan di Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO).
AS berdalih upayanya itu dilakukan untuk menciptakan kerangka kerja dengan negara besar di dunia sesuai undang-undang dan hukum internasional.
Namun Rusia menganggap pengerahan pasukan merupakan upaya AS untuk memperluas pengaruh destruktif mereka ke seluruh wilayah di dunia.
Dengan adanya kelonggaran dari negara-negara lemah di Eropa, Washington dinilai berusaha memutuskan hubungan kerja sama Rusia dengan negara tetangga sekitar yang ada di Eropa.
Nastasyin juga menuding AS dan sekutu mereka di Eropa tidak puas dengan situasi di Ukraina dan mencoba menciptakan kekacauan di negara-negara tetangga.
"Saya hanya dapat memastikan bahwa Rusia tidak akan membiarkan penumpukan militer NATO di perbatasan kami, yang mengancam keamanan Federasi Rusia, tidak ditanggapi," kata wakil juru bicara kementerian Andrey Nastasyin dalam konferensi pers di Moskow.
Baca juga: Pengkhianat Rusia Ungkap Bantu Ukraina Hancurkan Kapal Perang Serpukhov
"Negara-negara anggota NATO mencoba mengembangkan pendekatan mereka sendiri terhadap isu-isu regional. Pendekatan NATO ini telah berkali-kali membuahkan hasil yang buruk, berdampak negatif pada dialog kedua negara, dan memicu perlombaan senjata di kawasan,” tambahnya.
Keretakan Hubungan NATO – Rusia
Hubungan 30 negara anggota NATO dengan Rusia diketahui telah retak semenjak Ukraina menanyakan diri ingin bergabung menjadi bagian dari pakta ini Rusia mulai terang – terangan menyerukan perang terbuka.
Rusia bahkan turut melancarkan invasi ke Ukraina, hingga negara pimpinan Volodymyr Zelenskyy mengalami pembengkakan kerugian senilai 120 miliar dolar AS.
Sebagai bentuk balasan NATO mengumumkan 500 sanksi baru terhadap Rusia, serta pembatasan ekspor pada hampir 100 perusahaan atau individu dengan tujuan untuk menekan ekonomi Rusia sehingga perang di Ukraina bisa dihentikan secepat mungkin.
Sayangnya pasca sanksi tersebut diterapkan, Rusia dilaporkan kebal sanksi. Aktivitas ekspor energi Rusia justru mencetak keuntungan besar hingga tembus mencapai 158 miliar dolar AS, hanya dalam kurun waktu enam bulan tepatnya setelah Moskow menginvasi Kiev pada akhir Februari lalu.