Militer Israel akan Mulai Proses Perekrutan Yahudi Ultra-Ortodoks untuk Tambah Pasukan
Militer Israel mengumumkan akan memulai proses perekrutan Yahudi Ultra-Ortodoks untuk menambah pasukan di Gaza.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Penolakan mereka untuk ikut serta dalam perang yang umumnya mereka dukung, merupakan perpecahan yang sudah lama terjadi dalam masyarakat Israel.
Israel Akui Kekurangan Pasukan
Sebelumnya, di hari yang sama, militer Israel mengakui mereka mengalami kekurangan tank, amunisi, hingga pasukan, di tengah serangan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.
Militer Israel mengungkapkan banyak tank rusak selama serangan ke Gaza dan amunisi sangat terbatas.
Kurangnya pasukan membuat munculnya petisi yang menuntut penggabungan pasukan wanita ke dalam Korps Lapis Baja Angkatan Darat.
Meski demikian, belum ada tindak lanjut mengenai usulan itu lantaran jumlah tank yang tak memadai.
"Jumlah tank operasional di Korps itu tidak mencukupi untuk kebutuhan perang dan untuk melakukan eksperiman penempatan pasukan wanita," lapor harian Israel, Yedioth Ahronoth, dikutip Anadolu Ajansi.
Baca juga: Rudal Hizbullah Hancurkan Perangkat Intai Israel, Kumpulan Pasukan IDF Juga Jadi Sasaran
Menurut laporan, Kepala Staf Angkatan Darat, Herzi Halevi, memutuskan untuk menunda pengerahan perempuan dalam posisi tempur hingga November 2025 karena kekurangan yang parah.
Setidaknya 682 tentara Israel tewas dan lebih dari 4.100 lainnya terluka sejak pecahnya konflik Gaza pada 7 Oktober 2023, menurut angka militer.
Israel telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang berkelanjutan di Gaza sejak serangan 7 Oktober oleh Hamas.
Hampir 38.700 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 89.000 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Sembilan bulan lebih sejak serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang putusan terakhirnya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang pada 6 Mei.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)