Kepala Hamas Ismail Haniyeh Tinggalkan Jalur Gaza Tahun 2019, Menetap di Qatar, Terbunuh di Iran
Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh meninggalkan Jalur Gaza pada tahun 2019, lalu menetap di Qatar kemudian terbunuh di Teheran Iran.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh meninggalkan Jalur Gaza pada tahun 2019, lalu menetap di Qatar.
Pada Rabu (31/7/2024), Ismail Haniyeh terbunuh oleh serangan rudal Israel di Ibu Kota Iran, Teheran.
Pernyataan Hamas menjelaskan kalau Haniyeh dan salah satu pengawalnya tewas di rumah yang mereka tempati.
Selama di Iran, Ismail Haniyeh menghadiri pelantikan Presiden Iran terpilih, Masoud Pezeshkian, yang dilaksanakan pada Selasa (30/7/2024) kemarin.
"Gerakan Perlawanan Islam Hamas berduka cita atas meninggalnya rakyat Palestina yang agung, bangsa Arab, dan Islam," papar pernyataan Hamas, dikutip dari Al Mayadeen
Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran juga mengumumkan kematian Haniyeh, Al Jazeera melaporkan.
"Pagi ini, kediaman Ismail Haniyeh di Teheran diserang, yang mengakibatkan dia dan salah satu pengawalnya tewas. Penyebabnya masih diselidiki dan akan segera diumumkan," kata IRGC dalam sebuah pernyataan.
Tidak dijelaskan secara rinci bagaimana Haniyeh terbunuh dan IRGC mengatakan serangan itu sedang diselidiki.
Hani Mahmoud dari Al Jazeera, yang berada di Deir el-Balah di Gaza, mengatakan pembunuhan itu "mengguncang" penduduk Palestina di Gaza.
Ismail Haniyeh dipandang sebagai adalah pemimpin negosiasi, yang diharapkan dapat membuahkan gencatan senjata segera.
“Warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat juga memandang Ismail Haniyeh sebagai pemimpin moderat yang jauh lebih pragmatis dibandingkan pemimpin lain yang memimpin gerakan militer tersebut,” kata Mahmoud.
“Dia sangat populer di sini. Dia tumbuh di kamp pengungsian. Dia mewakili sebagian besar orang yang merupakan keturunan keluarga pengungsi yang mengungsi dari wilayah Palestina pada tahun 1948.”
Baca juga: Pembunuhan Ismail Haniyeh Terjadi pada Rabu Pukul 2 Pagi dengan Menggunakan Rudal Berpemandu
Banyak yang khawatir pembunuhan Haniyeh kini dapat menyebabkan eskalasi konflik lebih lanjut, tambahnya.
"Ismail Haniyeh tewas dalam serangan udara Zionis yang berbahaya di kediamannya di Tehera," papar Hamas.
Korps Garda Revolusi Islam Iran kemudian menggarisbawahi, "Kami sedang mempelajari dimensi kesyahidan Ismail Haniyeh, kepala biro politik Hamas, dan akan mengumumkan hasil penyelidikannya kemudian."
Israel melancarkan perang di Gaza , dengan janji membunuh Haniyeh dan pemimpin Hamas lainnya, setelah kelompok itu menyerang Israel pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 200 orang lainnya.
Setidaknya 39.400 warga Palestina tewas dalam perang Israel, dan 90.996 orang terluka.
Jusuf Kalla bertemu dengan Ismail Haniyeh
Pertengahan Jumat (12/7/2024) kemarin, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia (RI), M Jusuf Kalla dengan pemimpin politik gerakan Hamas, Ismail Haniyeh di Doha, Qatar, pada Jumat (12/7/2024).
Pertemuan antara Jusuf Kalla dan Ismail Haniyeh berlangsung selama dua jam.
Di kesempatan itu, Jusuf Kalla menyampaikan simpati kepada rakyat Palestina yang telah menjadi korban konflik dalam agresi militer Israel.
Pria yang juga akrab di sapa JK tersebut, menegaskan kalau Indonesia akan terus menunjukkan solidaritasnya dan mendukung kemerdekaan Palestina.
Jusuf Kalla juga menyampaikan rasa sedih dan keprihatinan atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di Palestina.
Sebagai sosok yang juga menjabat sebagai Ketua Palang Merah Indonesia, JK juga menyoroti kesulitan dalam mendistribusikan bantuan ke Gaza akibat dari blokade yang dilakukan oleh Israel.
Jusuf Kalla dan Ismail Haniyeh tampak berdiri di luar ruangan, ada beberapa orang di dekat mereka.
Beberapa pria mengenakan batik dan jas berdasi, lainnya berpakaian semi-formal.
Untuk meningkatkan kondisi di Palestina, Jusuf Kalla menyarankan agar Gerakan Hamas tetap menunjukkan persatuan dan solidaritas dengan Al Fatah, serta memperbaiki hubungan internal mereka sendiri.
Menurutnya, tanpa kesatuan aspirasi dan institusi yang kuat, penyelesaian masalah Gaza akan semakin rumit.
Lebih lanjut, JK mengajukan perlunya menyusun rencana kemanusiaan untuk Gaza, yang mencakup prioritas seperti perawatan medis bagi korban luka dan sakit, serta perlindungan bagi perempuan, orang tua, dan anak-anak untuk mencegah terjadinya korban perang yang lebih banyak.
Jusuf Kalla juga mengingatkan bahwa semua upaya ini hanya akan efektif jika kekerasan dari Israel dapat dihentikan terlebih dahulu.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)