Jurnalis dan Kameramen Al Jazeera Tewas dalam Serangan Israel di Gaza
Al Jazeera menyampaikan bahwa dua korespondennya tewas dalam serangan udara Israel di kamp pengungsi Al-Shati, Gaza utara pada Rabu (31/7/2024).
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Bobby Wiratama
Mereka terakhir kali menghubungi kantor berita 15 menit sebelum serangan.
Selama panggilan telepon, mereka melaporkan adanya serangan di sebuah rumah dekat tempat mereka melapor dan diminta untuk segera pergi.
Mereka melakukannya, dan sedang dalam perjalanan ke Rumah Sakit Al-Ahli Arab ketika mereka terbunuh.
Kematian dua jurnalis Al Jazeera memicu kecaman dari kelompok advokasi.
Situasi dan kondisi berbahaya bagi reporter lokal yang meliput perang Israel-Hamas di Gaza pun menjadi sorotan.
Belum ada komentar langsung dari Israel.
Pembunuhan yang ditargetkan
Dalam sebuah pernyataan, Al Jazeera Media Network menyebut pembunuhan tersebut sebagai “pembunuhan yang ditargetkan” oleh pasukan Israel dan berjanji untuk “mengambil semua tindakan hukum untuk mengadili para pelaku kejahatan ini”.
“Serangan terbaru terhadap jurnalis Al Jazeera ini merupakan bagian dari kampanye penargetan sistematis terhadap jurnalis jaringan tersebut dan keluarga mereka sejak Oktober 2023,” kata jaringan tersebut.
Menurut data awal dari Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), sedikitnya 111 jurnalis dan pekerja media termasuk di antara mereka yang tewas sejak dimulainya perang pada 7 Oktober. Kantor media pemerintah Gaza menyebutkan angka 165 jurnalis Palestina tewas sejak perang dimulai.
Mohamed Moawad, pemimpin redaksi Al Jazeera Arabic, mengatakan jurnalis jaringan yang berbasis di Qatar itu tewas pada hari Rabu saat mereka "dengan berani meliput peristiwa di Gaza utara".
Ismail terkenal karena profesionalisme dan dedikasinya, menarik perhatian dunia terhadap penderitaan dan kekejaman yang terjadi di Gaza, khususnya di Rumah Sakit al-Shifa dan lingkungan utara daerah kantong yang terkepung itu.
“Tanpa Ismail, dunia tidak akan melihat gambar-gambar pembantaian yang menghancurkan ini,” tulis Moawad di X.
Ia menambahkan bahwa al-Ghoul “tanpa henti meliput peristiwa tersebut dan menyampaikan realitas Gaza kepada dunia melalui Al Jazeera”.
“Suaranya kini telah dibungkam, dan tidak perlu lagi menyerukan kepada dunia bahwa Ismail telah memenuhi misinya untuk rakyat dan tanah airnya,” kata Moawad. “Malu pada mereka yang telah gagal melindungi warga sipil, jurnalis, dan kemanusiaan.”