Rekam Jejak Penyensoran Hamas di Facebook, Bukan Pertama Kali Konten Ismail Haniyeh Dihapus
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengkritik Meta karena menghapus postingan Facebook-nya tentang pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menuduh raksasa media sosial Meta, bersikap pengecut karena unggahan Facebook-nya mengenai pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, dihapus.
Unggahan Anwar, yang menyertakan rekaman video panggilan teleponnya dengan seorang pejabat Hamas yang menyampaikan belasungkawa atas kematian Haniyeh, telah dihapus oleh Meta, Rabu (31/8/2024).
“Biarkan ini menjadi pesan yang jelas dan tegas kepada Meta: Hentikan sikap pengecut ini,” tulis Anwar di halaman Facebook-nya setelah unggahan itu dihapus.
Anwar sebelumnya pernah bertemu Haniyeh di Qatar.
Ia menegaskan bahwa meskipun ia memiliki hubungan yang kuat dengan Haniyeh, ia tidak memiliki hubungan apa pun dengan operasi militer Hamas.
Sejarah penyensoran Meta
Malaysia yang berpenduduk mayoritas Muslim, adalah pendukung setia perjuangan Palestina.
Dilansir Firstpost, Malaysia sering kali berselisih dengan kebijakan moderasi konten Meta.
Beberapa bulan lalu, tepatnya pada tanggal 15 Mei, menteri komunikasi Malaysia Fahmi Fadzil mengungkapkan kemarahannya pada Meta karena menghapus unggahan Facebook oleh media lokal yang meliput pertemuan Anwar dengan Haniyeh di Qatar.
Saat itu, Meta memulihkan konten tersebut sehari kemudian.
Meta menyatakan bahwa penghapusan tersebut merupakan kesalahan.
Namun, apa yang disebut kesalahan tersebut tampaknya merupakan suatu pola.
Baca juga: Postingan Belasungkawa Muhyiddin Yassin untuk Ismail Haniyeh Juga Dihapus oleh Meta
Meta, yang menetapkan Hamas sebagai "organisasi berbahaya," menggunakan kombinasi sistem otomatis dan peninjauan manusia untuk menghapus atau memberi label konten yang memuji atau mendukung kelompok tersebut.
Hal ini juga terjadi di luar Malaysia.
Antara Oktober dan November 2023, Human Rights Watch mendokumentasikan lebih dari 1.050 kasus di mana konten non-kekerasan yang mendukung Palestina diblokir di Instagram dan Facebook.