Raja Abdullah ke Delegasi AS: Yordania Tak Akan Jadi Medan Perang Israel Vs Iran-Poros Perlawanan
Pernyataan Raja Abdullah II menyiratkan AS membujuk Yordania untuk ikut membantu Israel mencegat serangan Iran yang akan datang secara besar-besaran
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Momen penting terjadi pada bulan April ketika Iran membalas serangan Israel terhadap gedung konsulatnya di Suriah yang menewaskan komandan senior Korps Garda Revolusi Islam (IRGC).
Yordania, dengan bantuan AS, menembak jatuh lebih dari 300 rudal dan drone Iran yang diluncurkan ke sasaran di Israel saat mereka terbang di atas kerajaan tersebut.
Para pejabat di Amman mengatakan Yordania mempertahankan kedaulatannya dan menjaga keamanan penduduknya yang berjumlah 12 juta jiwa.
Meskipun dipuji oleh negara-negara barat, tindakan kerajaan tersebut menimbulkan tuduhan di dalam negeri bahwa mereka melindungi Israel.
Protes yang biasa dilakukan pada hari Jumat didominasi oleh kelompok Islamis di kerajaan tersebut, dimana pada salah satu protes baru-baru ini beberapa peserta nyaris melontarkan kritik publik terhadap raja, yang telah memerintah Yordania sejak tahun 1999.
“Pemerintah tidak melakukan apa pun… Mereka berada di pihak Israel dan mereka harus berhenti,” kata Abeer, seorang guru berusia 46 tahun, yang tidak mau menyebutkan nama lengkapnya.
Pendemo lain mengatakan “setiap” pemimpin Muslim dan Arab telah gagal bertindak melawan Israel, sebuah pernyataan yang jelas-jelas gagal mengecualikan pemimpin mereka sendiri.
Nikmati Bantuan AS, Jadi Sasaran Empuk Iran
Para penguasa Yordania sangat menyadari kemarahan rakyat dalam negeri.
Mereka juga sadar akan pentingnya hubungan kerajaan dengan negara barat, apalagi kini kerajaan tersebut menjadi sasaran empuk Iran.
Di koridor kekuasaan di Amman, terdapat perdebatan mengenai apakah hubungan dengan AS, yang memiliki ribuan tentara di Yordania dan mengirimkan bantuan ekonomi sebesar $1,5 miliar setiap tahunnya, harus diturunkan atau diperkuat.
“Anda mempunyai pandangan berbeda dalam sistem ini,” kata Mohammad Abu Rumman, dari Institut Politik dan Masyarakat di Amman.
Raja Abdullah telah berulang kali menyerukan tindakan internasional untuk menghentikan konflik di Gaza, dan menuduh Israel melakukan kejahatan perang, sementara Ratu Rania mengkritik “keterlibatan” Barat.
Para diplomat kerajaan telah menyampaikan berbagai rencana kepada pemerintah Gaza untuk “the day after" setelah konflik tersebut, sementara militernya telah membuka rumah sakit lapangan di wilayah tersebut dan mengirimkan bantuan melalui udara.
Para pejabat mengatakan pernyataan dan inisiatif tersebut mencerminkan sentimen tulus para pengambil keputusan.