Bukti Terbaru Ekonomi Israel Kian Melorot Gegara Perang Gaza, Iran Bisa Bikin Tel Aviv Tambah Boncos
Fitch memperingatkan kalau meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran dapat menimbulkan “pengeluaran militer tambahan yang signifikan” bagi Israel
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Bukti Terbaru Ekonomi Israel Kian Melorot Gegara Perang Gaza, Iran Bisa Bikin Tel Aviv Tambah Boncos
TRIBUNNEWS.COM - Pekan lalu, lembaga pemeringkat kredit internasional, Fitch Ratings menurunkan skor kredit Israel dari A+ menjadi A.
Fitch merujuk pada perang yang terus berlanjut di Gaza dan meningkatnya risiko geopolitik sebagai pendorong utama penurunan skor kredit Israel tersebut.
Lembaga tersebut juga mempertahankan prospek Israel sebagai "negatif", yang berarti penurunan peringkat lebih lanjut mungkin terjadi.
Baca juga: Dikepung 7 Front, Israel Masih Cari Masalah Sama Mesir, Klaim Temukan Terowongan Besar di Perbatasan
"Namun, kekhawatiran tentang ekonomi negara itu tetap ada," tulis penulis dan analis Alexander Kozul-Wright, di Al Jazeera, dikutip Sabtu (24/8/2024).
Awal tahun ini, Moody's dan S&P juga memangkas peringkat kredit untuk Israel.
Sejauh ini, perang Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 40.000 warga Palestina dan menghancurkan ekonomi di daerah kantong Palestina yang terkepung itu.
Ada juga tanda-tanda dampak buruk di Israel, di mana konsumsi, perdagangan, dan investasi semuanya telah dibatasi.
Eskalasi Iran Bikin Ekonomi Israel Makin Terbebani
Secara terpisah, Fitch memperingatkan kalau meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran dapat menimbulkan “pengeluaran militer tambahan yang signifikan” bagi Israel.
Bank Israel memperkirakan biaya terkait perang untuk tahun 2023-2025 dapat mencapai 55,6 miliar dolar AS atau setara Rp 856,306 Triliun.
Dana ini kemungkinan akan didapatkan melalui kombinasi pinjaman yang lebih tinggi dan pemotongan anggaran.
Hasilnya adalah bahwa operasi militer membebani perekonomian.
Pada hari Minggu, Biro Statistik Pusat Israel memperkirakan bahwa produksi tumbuh sebesar 2,5 persen (pada tingkat tahunan) pada paruh pertama tahun 2024, turun dari 4,5 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan Melambat, Kekacauan Ekonomi
Sebelum pecahnya perang, ekonomi Israel diperkirakan tumbuh sebesar 3,5 persen tahun lalu. Pada akhirnya, produksi meningkat hanya sebesar 2 persen.
Penurunan yang lebih tajam dapat dihindari berkat sektor teknologi yang sangat penting di negara itu, yang sebagian besar tidak terpengaruh oleh perang.
Fokusnya Israel dalam mengantisipasi serangan pembalasan Hizbullah dan Iran dilaporkan justru mendorong rezim negara pendudukan tersebut ke dalam "kekacauan ekonomi", media Israel melaporkan dikutip Al Mayadeen.
Baca juga: Pertama Kalinya Rudal Hizbullah Jamah Pemukiman Shamir Israel, Serangan Roket Guyur Galilea-Golan
Komentator urusan ekonomi media Israel, Channel 13 menggarisbawahi kalau situasi saat ini pasar Israel berada dalam kondisi 'kelelahan' selama dua minggu terakhir.
Beberapa acara ekonomi dibatalkan di wilayah yang diduduki Israel, sementara yang lain dikurangi karena keadaan kecemasan yang dialami di antara para pemukim.
Kegiatan ekonomi juga telah dipengaruhi oleh tindakan operasional yang dikeluarkan oleh otoritas Israel, sebagai persiapan untuk serangan balasan oleh Hizbullah dan Iran.
Komentator Israel menyoroti kerugian signifikan yang memengaruhi sektor pariwisata Israel, sebagian besar terkait dengan pembatalan penerbangan internasional ke bandara yang diduduki Israel.
Baca juga: Serangan Iran Tak Terduga, Bandara Ben Gurion di Tel Aviv Sepi, Maskapai Ogah Terbang ke Israel
Semakin banyak pemukim Israel yang terdampar di negara lain karena pembatalan penerbangan besar-besaran.
Kemungkinan tanggapan yang diluncurkan oleh Poros Perlawanan juga berdampak pada hotel dan bisnis perhotelan dan pariwisata lainnya di wilayah utara yang diduduki Israel, yang mungkin secara langsung terpengaruh oleh serangan yang akan dilancarkan Hizbullah dan Iran.
Komentator media Israel tersebut memperingatkan kalau kondisi yang 'menantang' dan tindakan antisipatif pemerintah Israel ini, yang juga berdampak pada sektor medis dan energi, dapat berlanjut hingga September.
Jika penantian berlanjut hingga bulan depan, sektor pendidikan Israel juga akan sangat terpengaruh oleh tindakan operasional, yang memaksa lembaga untuk "bermanuver dalam skenario pertempuran."
Baca juga: Israel Kekurangan Amunisi Level Kritis, Peluru Iron Dome Tak Memadai Tangkis Rudal Masif Hizbullah
Itzhak Brik: Perang Menghancurkan Negara Israel
Sementara itu, mantan ombudsman pasukan pendudukan Israel Mayor Jenderal Itzhak Brik menunjuk pada biaya perang Israel di Gaza dalam skala yang lebih besar dalam sebuah artikel yang ditulisnya untuk Maariv.
Mantan pejabat Israel itu mengecam pertempuran saat ini sebagai "perang gesekan" yang telah mempengaruhi rezim Israel selama hampir setahun.
Baca juga: Jenderal IDF Beberkan Skenario Runtuhnya Israel, Perang Atrisi dalam Kepungan Hamas-Hizbullah-Houthi
Ia mengatakan, perang atrisi saat ini potensial menyebabkan "runtuhnya ekonomi Israel."
Ia mengatakan bahwa pendudukan tersebut menghadapi "defisit yang melebihi 8 persen" dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Brik mengungkapkan kalau pejabat di Kementerian Keuangan Israel khawatir bahwa defisit tersebut akan meningkat menjadi 9 persen dari PDB tahun ini, angka yang jauh melebihi target 6,6 persen yang diharapkan pemerintah.
"Banyak kekuatan pendorong di balik pertumbuhan ekonomi Israel, yaitu pengusaha teknologi tinggi, meninggalkan Israel," tambah Brik.
Baca juga: Bandara Ben-Gurion Target Empuk Serangan Iran-Hizbullah, Israel Pindahkan Simbol Nasional ke Eilat
Perwira pensiunan Israel tersebut menyoroti bahwa lebih dari seratus ribu pemukim Israel yang dievakuasi telah menganggur atau mengalami pemotongan gaji.
Akibatnya, orang-orang ini tidak lagi berkontribusi terhadap pendapatan pemerintah melalui pajak; sebaliknya, mereka bergantung pada subsidi pemerintah.
"Perang yang terus berlangsung antara Israel dan Hamas serta Hizbullah tidak hanya akan gagal menyebabkan runtuhnya Hamas dan tentu saja bukan Hizbullah, tetapi yang terjadi justru sebaliknya—perang ini menguras dan menghancurkan Negara Israel di beberapa bidang," tegas Brik.
Pendudukan Israel menghadapi serangkaian masalah ekonomi, sosial, dan politik yang muncul akibat perang yang terus berlanjut di Gaza dan dampaknya di berbagai bidang.
Media Israel memperkirakan bahwa perang tersebut telah merugikan ekonomi Israel hampir 250 miliar shekel Israel atau sekitar $67,5 miliar.
Pasukan pendudukan dan lembaga keamanan Israel juga diperkirakan akan menghabiskan 20 miliar shekel atau sekitar 5,4 miliar dolar AS.
Pindahkan Simbol Nasional ke Eilat
Satu di antara langkah operasional Israel dalam persiapan menghadapi serangan Iran-Hizbullah ini adalah rencana kontijensi memindahkan objek-objek vital, seperti Bandara Ben-Gurion di Tel Aviv, ke wilayah lain teritori pendudukan.
Bandara Ben-Gurion di Tel Aviv, Israel dinilai menjadi sasaran potensial dari serangan pembalasan Iran dan gerakan Hizbullah Lebanon.
Dalam sebuah ulasan di Jerusalem Post, Israel kemungkinan akan memindahkan operasi Bandara Ben-Gurion ke Bandara Ramon, yang lebih kecil dan jauh dari Israel bagian tengah tetapi lebih terlindungi.
"Dalam setiap serangan terhadap Israel, baik oleh Iran maupun Hizbullah, Bandara Ben-Gurion dianggap sebagai target potensial," tulis ulasan tersebut, dikutip Selasa (13/8/2024).
Ulasan terkait potensi serangan Iran dan Hizbullah ke Bandara Ben-Gurion di Lod, Tel Aviv ini menjadi analisis tersendiri karena bandara tersebut merupakan simbol nasional Israel.
"Bandara ini merupakan pintu gerbang utama ke Israel yang dilalui hampir 60.000 orang setiap hari—bahkan sekarang ketika puluhan maskapai penerbangan asing telah membatalkan atau menangguhkan penerbangan mereka ke Israel," tulis laporan tersebut.
Baca juga: Serangan Iran Tak Terduga, Bandara Ben Gurion di Tel Aviv Sepi, Maskapai Ogah Terbang ke Israel
"Fakta bahwa pesawat angkut Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) mendarat di bandara sipil dengan amunisi dan bahwa area antara Yehud dan Lod serta Highway 40 menampung kantor pusat Industri Dirgantara Israel dan beberapa fasilitas produksinya menjadikan wilayah tersebut sebagai target utama dalam arsip intelijen negara dan organisasi perlawanan," kata ulasan yang ditulis oleh Udi Ezion tersebut.
Disebutkan, Angkatan Udara Israel (IAF) tidak mengungkapkan lokasi baterai Iron Dome, tetapi intersepsi terhadap serangan rudal dari luar sering diamati di sekitar Bandara Ben-Gurion.
"Bahkan ada tembakan roket, bandara ditutup untuk sementara waktu guna membersihkan puing-puing intersepsi dari landasan pacu guna menghindari kerusakan pada mesin dan ban pesawat," kata ulasan tersebut menjelaskan seringnya bandara ini menjadi sasaran serangan.
Saat ini, tidak ada rencana untuk menutup bandara. Namun, jika terjadi serangan berkepanjangan, rencana darurat "Silver Wings" akan dimulai, dan operasi Bandara Ben-Gurion akan dipindahkan ke Bandara Ramon di dekat Eilat, tulis analisis tersebut.
"Meskipun beberapa roket diluncurkan oleh Hamas di Gaza dan Houthi di Yaman ke arah bandara Ramon sejak perang dimulai, dan sisa-sisa roket dan UAV telah ditemukan di dekatnya - sebagian besar setelah intersepsi - penilaiannya adalah bahwa Ramon jauh lebih aman dari ancaman daripada Ben-Gurion. Hal ini disebabkan oleh penghancuran sebagian besar roket jarak jauh Hamas oleh IDF dan karena Ramon dilindungi oleh Iron Dome di Eilat dan sistem pertahanan rudal Arrow di selatan," tambah penjelasan tersebut.
Operasi Skala Besar dalam Situasi Krisis
Jika prosedur diaktifkan, semua pihak keamanan Israel yang terlibat memiliki waktu 12 jam untuk memindahkan operasi ke selatan.
Sementara saat ini, kata ulasan tersebut, hanya beberapa penerbangan harian dari Arkia dan Israir yang beroperasi dari Bandara Ramon, Otoritas Bandara dan maskapai penerbangan telah menyusun daftar karyawan yang akan dipindahkan ke Ramon untuk memperkuat staf yang ada.
"Tujuannya adalah untuk menjaga konektivitas udara antara Israel dan dunia bahkan selama serangan berskala besar, khususnya untuk mengakomodasi penerbangan internasional dari maskapai penerbangan Israel daripada mengalihkannya ke Siprus seperti di masa lalu," kata ulasan tersebut.
Selama pembangunan Bandara Ramon, diputuskan untuk memperpanjang landasan pacu menjadi 3,6 kilometer dan memperluas area parkir untuk mengakomodasi pesawat penumpang yang lebih besar yang biasanya tidak mendarat di sana, seperti Boeing 787, 777, dan Airbus A350.
Infrastruktur yang relatif luas di Bandara Ramon memungkinkannya untuk menangani penerbangan transatlantik ke AS atau penerbangan ke Timur.
Untuk mengakomodasi pesawat dari semua maskapai penerbangan Israel jika diperlukan, Bandara Ramon memiliki tempat parkir untuk sekitar 60 pesawat penumpang.
"Jika terjadi serangan hebat, bandara tersebut juga diharapkan dapat menangani penerbangan kargo yang mendesak, termasuk pengiriman senjata atau bantuan kemanusiaan," tulis ulasan menjabarkan rencana kontijensi Israel jika Iran melancarkan serangan besar-besaran.
Tidak seperti Bandara Ben-Gurion, yang dirancang untuk menangani sekitar 30 juta penumpang setiap tahunnya, Bandara Ramon jauh lebih kecil dan dibangun untuk 1,8 juta penumpang setiap tahunnya.
Bandara ini tidak memiliki jembatan jet untuk naik pesawat langsung dan menggunakan kendaraan tangga, yang dapat menjadi tantangan bagi penumpang dengan masalah mobilitas, meskipun ada kendaraan angkat khusus yang tersedia.
"Karena ukurannya, bandara ini hanya dapat mengelola sekitar sepuluh penerbangan simultan dan secara alami akan menangani lebih sedikit penerbangan selama serangan skala besar," kata ulasan tersebut.
Jarak yang signifikan dari Bandara Ramon dari wilayah tengah - tiga jam dengan mobil atau bus - menghadirkan tantangan dan akan membutuhkan peningkatan transportasi umum ke dan dari bandara.
Biasanya, bandara ini sangat terputus dari jaringan transportasi sehingga penumpang harus terlebih dahulu naik bus ke Eilat dan kemudian pindah ke bus yang menuju utara dari sana.
Otoritas Bandara dan Kementerian Transportasi Israel berencana untuk meningkatkan transportasi umum ke Bandara Ramon dalam keadaan darurat.
"Dan Menteri Transportasi Israel, Miri Regev telah mengonfirmasi bahwa bandara tersebut siap menghadapi kemungkinan serangan," kata laporan media Israel tersebut.
Namun, selama Operasi Protective Edge, ketika Bandara Ben-Gurion ditutup karena serangan roket, dan penerbangan dialihkan ke pangkalan Ovda milik IDF, rencana tersebut gagal, menyebabkan ribuan warga Israel berjuang untuk pergi ke atau dari bandara.
Saat ini, Kementerian Perhubungan dapat mengoperasikan layanan antar-jemput dari dan ke Bandara Ramon dari stasiun kereta Beersheba Central.
Selama Operasi Protective Edge, Bandara Ben-Gurion ditutup secara efektif karena keputusan otoritas penerbangan Eropa dan AS, yang melarang penerbangan ke Israel karena kekhawatiran akan keselamatan pesawat dan awak.
Kali ini, lebih sedikit maskapai asing yang terbang ke Israel, dan sejumlah besar lalu lintas dari Turki hilang.
Namun, jumlah maskapai dari Teluk Persia yang melanjutkan penerbangan ke Israel telah meningkat, dan pendaratan di Eilat dapat mempersingkat rute mereka ke Israel.
"Penutupan Bandara Ben-Gurion akan menghentikan penerbangan domestik di Israel, khususnya rute utama dari Eilat ke Ben-Gurion. Hal ini akan mempersulit perjalanan bagi penduduk Eilat yang membutuhkan perawatan medis dan bisnis di pusat negara," kata ulasan tersebut.
Selama Operasi Protective Edge, penerbangan dari Eilat dialihkan ke Bandara Sde Dov di Tel Aviv.
"Namun, karena kepicikan strategis Kementerian Perhubungan di bawah Israel Katz, Sde Dov ditutup, sehingga Ben-Gurion tidak memiliki alternatif terdekat," demikian kesimpulan ulasan tersebut mengkritik kelemahan rencana kontijensi pemerintah pendudukan.
(oln/almydn/tjp/*)