Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
Deutsche Welle

Taliban Semakin Bungkam Perempuan Afganistan Lewat UU Baru

Taliban mengumumkan UU baru yang semakin membungkam perempuan dan anak perempuan di Afganistan. Suara perempuan juga termasuk yang…

zoom-in Taliban Semakin Bungkam Perempuan Afganistan Lewat UU Baru
Deutsche Welle
Taliban Semakin Bungkam Perempuan Afganistan Lewat UU Baru 

Amira (nama samaran), meminta untuk tidak mengungkapkan nama aslinya karena masalah keamanan. Perempuan muda itu adalah mantan mahasiswa jurnalisme di sebuah universitas di Kabul.

Amira tidak dapat melanjutkan studi sejak Taliban memberlakukan pembatasan pada pendidikan Perempuan. Ia pun menyatakan khawatir atas situasi saat ini. "Setelah bertahun-tahun berperang, kami masih merasa tidak aman dan sekarang menghadapi perang jenis baru atas nama agama. Kami disingkirkan dari masyarakat, hidup seolah-olah di dalam penjara sementara perempuan di tempat lain terus maju."

Roya (juga nama samaran), yang bekerja untuk sebuah organisasi pengungsi di provinsi Nangarhar, punya pandangan yang sama.

"Sebagai perempuan Afganistan, sulit membayangkan hidup dalam kondisi seperti ini. Jika saya, sebagai perempuan pekerja, merasa tertindas, bagaimana dengan perempuan yang lebih banyak tinggal di rumah? Sepertinya, situasi kami tidak akan segera membaik di masa mendatang dan kami akan dipaksa untuk bunuh diri."

Meskipun mendapat banyak kritikan, rezim militan Taliban sejauh ini belum menunjukkan tanda-tanda bersedia mencabut kebijakan garis keras ini. Pemimpin tertinggi kelompok itu, Hibatullah Akhundzada, malah bersikeras bahwa perempuan Afganistan diberikan kehidupan yang "nyaman dan sejahtera".

Haruskan menjalin hubungan dengan Taliban?

Dalam berhubungan dengan Taliban, negara-negara di seluruh memberi persyaratan agar Taliban meningkatkan akses pendidikan bagi anak perempuan, hak asasi manusia, dan pemerintahan yang inklusif.

Sejauh ini Taliban berhasil membangun hubungan diplomatik de facto dengan beberapa negara di seperti Rusia, Cina, Pakistan, India, dan berbagai negara Asia Tengah.

BERITA TERKAIT

Uni Emirat Arab pada minggu lalu menerima seorang diplomat yang ditunjuk Taliban sebagai duta besar Afganistan, menjadikan negara itu sebagai negara kedua setelah Cina yang memiliki hubungan pada tingkat ini. UEA mengatakan langkah tersebut merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan meningkatkan stabilitas.

Bahkan di Jerman, perdebatan tentang cara menghadapi Taliban semakin memanas. Menteri Luar Negeri Annalena Baerbock mengecam keras UU baru tersebut dan menyebutnya sebagai lembaran misogini yang secara efektif membungkam separuh penduduk Afganistan. Baerbock menolak keras seruan bagi Berlin untuk menjalin hubungan dengan rezim Taliban.

Meskipun demikian, partai-partai oposisi, termasuk Persatuan Demokratik Kristen (CDU), mendorong pendekatan yang lebih pragmatis.

Mereka berpendapat bahwa Jerman harus bekerja sama dengan Taliban untuk memfasilitasi deportasi pencari suaka yang ditolak dan pengungsi yang berbuat kriminal.

Usulan membangun hubungan dengan Taliban ini memang memicu kontroversi. Para kritikus memperingatkan bahwa hal itu berisiko melegitimasi kekuasaan Taliban dan merusak komitmen Jerman terhadap hak asasi manusia.

Sementara itu, kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan masyarakat internasional harus bergerak melampaui retorika dan mengambil tindakan konkret untuk mendukung perempuan Afganistan dan meminta pertanggungjawaban Taliban atas tindakan mereka.

Helay Asad dan Ghazanfar Adeli berkontribusi pada laporan ini.

(ae/yf)

Sumber: Deutsche Welle
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas