Unjuk Rasa Terbesar di Israel sejak 7 Oktober 2023, Teriakan Netanyahu Pembunuh Bergemuruh
Unjuk rasa terbesar di Israel sejak 7 Oktober 2023, setidaknya 750.000 warga turun ke jalan mendesak gencatan senjata di Gaza.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Febri Prasetyo
Sebelum 7 Oktober 2023, aksi unjuk rasa mendesak pengunduran diri Netanyahu yang dianggap menghindari tuduhan korupsi.
Lalu, setelah Operasi Banjir Al-Aqsa pecah, hampir 86 persen unjuk rasa menyerukan kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas untuk membebaskan sandera yang ditahan di Gaza.
Setidaknya 494 protes telah ditujukan terhadap pemerintahan Netanyahu, menuntut pemilu lebih awal, sebagian besar karena penanganannya terhadap perang.
Pada November 2023, para negosiator berhasil mencapai gencatan senjata sementara selama tujuh hari, yang memberikan harapan bagi banyak keluarga yang kini berdemonstrasi.
Gencatan senjata saat itu mengakibatkan pembebasan 105 sandera Israel yang "ditukar" 210 sandera Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Namun, sandera Israel lainnya telah meninggal di Gaza dan orang-orang menyalahkan Netanyahu.
Baca juga: Eks Kepala Shin Bet: Israel Tak Siap Terlalu Lama Perang di Gaza, Seharusnya Sudah Berakhir
Warga Israel menuding Netanyahu tak menginginkan gencatan senjata.
Yair Lapid: Netanyahu Tak Pernah Inginkan Gencatan Senjata
Sebelumnya, pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, memperingatkan adanya kemungkinan "perang abadi" di Gaza.
Hal ini disampaikan Lapid dalam pernyataannya yang menyebut Netanyahu tak berniat mewujudkan gencatan senjata di wilayah kantong itu.
Sebab, kata Lapid, Netanyahu lebih suka perang, ketimbang harus menghadapi tantangan internal dari rakyatnya sendiri.
"Dia lebih suka perang karena perang membebaskannya dari kebutuhan menghadapi tantangan internal," ungkap Lapid dalam pernyataannya, Rabu (4/9/2024), dikutip dari Independent.
Diketahui, pemerintahan Netanyahu tengah menghadapi kecaman keras dari rakyat Israel yang mendesak pertukaran sandera dengan Hamas segera disepakati.
Namun, Netanyahu terus menunda kesepakatan itu dan bersikeras mempertahankan militer Israel di Koridor Philadelphia.
Terkait hal itu, Lapid menilai Israel bisa menghadapi situasi tersebut asalkan Netanyahu mundur dari jabatannya dan perang di Gaza berakhir.