Presiden Israel Herzog Bantah Negaranya Dalang Ledakan Pager di Lebanon, Benar atau Ngibul?
Presiden Israel Isaac Herzog mengklaim negaranya bukan dalang di balik teror ledakan alat komunikasi pager di Lebanon.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Whiesa Daniswara
Dia mengatakan 3.000 pager meledak setelah pesan kode dikirimkan ke pager.
Narasumber keamanan lainnya menyebut ada tiga gram bahan peledak yang disembunyikan di dalam pager baru dan tidak terdeteksi oleh Hizbullah selama berbulan-bulan.
Netanyahu disebut setujui operasi ledakan pager
Pernyataan Herzog berkebalikan dengan laporan yang diterbitkan media Israel bernama Walla.
Media tersebut mengklaim Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyetujui operasi peledakan pager di Lebanon.
Persetujuan itu disampaikan saat rapat keamanan bersama dengan para menteri senior dan kepala intelijen beberapa waktu lalu.
Dengan mengutip pejabat senior Amerika Serikat (AS), Walla menyebut Israel berada di balik ledakan pager.
Pansihat Netanyahu, Topaz Luk, sempat membuat unggahan di media sosial yang memberikan petunjuk bahwa Israel adalah dalang serangan. Namun, unggahan itu sudah dihapus.
Baca juga: Taiwan atau Hungaria: di Negara Mana Mossad Lakukan Sabotase Pager yang Meledak di Lebanon?
Menurut Walla, operasi ledakan itu "menetralkan bagian signifikan dari komando militer dan sistem kontrol Hizbullah".
Seorang narasumber berkata operasi Israel itu bertujuan untuk "membuka fase baru dalam kampanye militer melawan Hizbullah di satu sisi, sembari berupaya menjaga tetap berada di bawah ambang perang habis-habisan".
"Operasi itu bertujuan untuk merusak keamanan Hizbullah dan membuat pejabat-pejabat dalam organisasi itu merasa telah sepenuhnya diterobos oleh dinas intelijen Israel," kata narasumber itu.
Sebelum operasi peledakan dilakukan, dinas intelijen Israel udah memperkirakan bahwa Hizbullah akan melancarkan serangan balasan ke Israel.
Sementara itu, AS mengaku tidak terlibat dalam teror pager.
"Saya bisa berkata kepada Anda bahwa AS tidak terlibat di dalamnya. AS tidak tahu sebelumnya mengenai insiden ini. Dan saat ini kami sedang mengumpulkan informasi," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matt Miller dikutip dari TRT World.
(Tribunnews/Febri)