Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
Deutsche Welle

'Suara Jerman dari Gaza': Selamat dari Perang, Namun Pikiran Tetap Tinggal

Karena tak dapat meninggalkan Gaza pada awal perang Israel-Hamas, Abed Hassan menjadi “suara Jerman dari Gaza,” mendokumentasikan…

zoom-in 'Suara Jerman dari Gaza': Selamat dari Perang, Namun Pikiran Tetap Tinggal
Deutsche Welle
'Suara Jerman dari Gaza': Selamat dari Perang, Namun Pikiran Tetap Tinggal 

Ia terus mengunggah foto-foto Kota Gaza yang berantakan dan bertanya-tanya kapan rumahnya akan dihantam.

"Saya sebenarnya sudah menduganya hampir setiap hari,” katanya kepada DW. "Ketika saya pergi tidur, saya diam-diam mengucapkan selamat tinggal kepada semua orang dan berpikir bahwa hal itu bisa terjadi kapan saja.”

Kembali ke Berlin, tapi terjebak di Gaza

Berkat paspor Jerman yang dimilikinya, ia dan ibunya bisa keluar dari Gaza setelah 34 hari. Pada November 2023, ia masuk dalam daftar Kementerian Luar Negeri Jerman dan diizinkan untuk pergi ke Mesir melalui perbatasan Rafah. Setelah tiba kembali di Berlin, ia merasa raganya telah kembali ke Jerman, tetapi pikirannya masih berada di Gaza.

Ia masih merasa bersalah. Apa yang akan dipikirkan oleh kerabatnya jika mereka melihat betapa "normalnya” kehidupannya di Berlin? Bagaimana jika ia tidak mencoba segala yang ia bisa untuk mengakhiri perang yang mengerikan ini?

Dia mulai memberikan wawancara dan tampil di acara bincang-bincang dan program berita Jerman. Ia juga berbagi panggung dengan seorang penyintas pembantaian di festival musik Supernova di Israel pada tanggal 7 Oktober 2023.

"Sangat penting bagi saya,” katanya, ”untuk berbicara dengan orang-orang yang berada di pihak yang berlawanan karena saya tidak memiliki pikiran rasis atau kebencian dalam diri saya.”

Bersepeda dari Jerman ke Timur Tengah

Bersepeda menjadi bentuk terapi baginya, di mana ia bisa mengayuh sepeda dan fokus pada jalan di depannya. Pada bulan April, ia memulai tur bersepeda ke Gaza, bersepeda melalui Austria, Slovenia, Kroasia dan akhirnya sampai ke Bosnia.

BERITA REKOMENDASI

Di sana, ia berbicara dengan para penyintas pembantaian Srebrenica, pembantaian massal yang menewaskan 8.000 orang selama Perang Bosnia. Dia merasakan persahabatan dengan orang-orang di Bosnia, yang beragama Islam seperti dirinya dan, seperti yang dia lihat, selamat dari genosida seperti dirinya.

Istilah genosida menjadi topik yang kontroversial sehubungan dengan perang Israel-Hamas di Gaza. Afrika Selatan mengajukan gugatan terhadap Israel ke Mahkamah Internasional, dengan mengatakan bahwa Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza. Israel telah menolak tuduhan tersebut.

Dari Bosnia, ia bersepeda menuju Turki dan akhirnya terbang ke Yordania. Ia mendokumentasikan perjalanan bersepedanya, dan membagikannya dengan para pengikutnya di Instagram, mengumpulkan donasi untuk rumah sakit di Gaza.

Namun perjalanannya berakhir di perbatasan Tepi Barat yang diduduki Israel. Hassan, yang memiliki paspor Palestina dan paspor Jerman, ditolak oleh tentara Israel.

"Meskipun saya memiliki paspor Jerman, Israel menolak kami masuk,” katanya kepada DW. Hal itu membuatnya marah dan sedih.

Ia merekam sebuah video yang dimaksudkan untuk menjelaskan situasi warga Palestina di bawah pendudukan Israel. Setelah itu, ia hanya menangis.

"Yerusalem, Masjid Al-Aqsa, tempat bersejarah, tempat penting yang saya rindukan sepanjang hidup saya, tetap menjadi tempat yang mungkin tidak akan bisa saya masuki sebelum saya mati,” katanya dalam video tersebut.

Warga Palestina di Jerman

Halaman
123
Sumber: Deutsche Welle
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas