Pembunuhan Yahya Sinwar Tak Akan Buat Israel Menang, Justru Perlawanan Makin Brutal
Profesor di Sekolah Layanan Luar Negeri Universitas Georgetown, Daniel Byman menyebut tewasnya Yahya Sinwar tak akan membuat Israel menang.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Nanda Lusiana Saputri
Ia membantu mendirikan Hamas setelah memisahkan diri dari Ikhwanul Muslimin Palestina pada akhir 1980-an.
Abu Marzouk pernah menjadi kepala biro politik Hamas dan telah lama terlibat dalam operasi organisasi dan keuangannya, termasuk dukungan untuk kegiatan militan.
Baca juga: Muhammadiyah Turut Berduka Atas Tewasnya Pimpinan Hamas Yahya Sinwar
Meskipun dipenjara di Amerika Serikat pada tahun 1990-an karena terlibat dalam kegiatan teroris, Abu Marzouk dideportasi ke Yordania dan tetap menjadi tokoh berpengaruh dalam perangkat politik kelompok tersebut.
Meskipun ia menghabiskan sebagian besar waktunya di pengasingan, pengalaman dan hubungannya dengan ideologi inti Hamas menjadikannya kandidat kuat untuk mengambil alih kepemimpinan politik.
Mohammad Deif
Mohammed Deif, komandan sayap militer Hamas yang sulit ditangkap, Brigade Izz al-Din al-Qassam, sering dikabarkan tewas atau terluka parah setelah serangan udara Israel.
Namun, laporan terbaru pada Agustus 2024 menunjukkan bahwa ia mungkin masih hidup.
Deif, yang dianggap sebagai dalang banyak operasi Hamas yang paling canggih, termasuk serangan 7 Oktober, dipandang sebagai tokoh "garis keras".
Kelangsungan hidup Deif diselimuti misteri, dan jika ia muncul kembali, kemampuan militernya dapat menjadikannya seorang pemimpin yang kuat.
Baca juga: Setelah Klaim Bunuh Yahya Sinwar, Israel Kini Buru Saudaranya, Muhammad Sinwar
Khalil al-Hayya
Khalil al-Hayya adalah tokoh terkemuka dalam biro politik Hamas, yang saat ini berkantor pusat di Qatar, dan telah memainkan peran kunci dalam negosiasi gencatan senjata dalam konflik-konflik sebelumnya.
Kepemimpinan Al-Hayya dapat dilihat sebagai pilihan yang pragmatis bagi kelompok tersebut, terutama jika Hamas berupaya untuk menegosiasikan akhir perang yang sedang berlangsung di Gaza.
Keterlibatannya dalam perundingan gencatan senjata tahun 2014 dengan Israel menunjukkan kemampuannya untuk terlibat dalam negosiasi tingkat tinggi, dan kepemimpinannya dapat menawarkan jalur yang lebih diplomatis bagi Hamas.
Al-Hayya selamat dari serangan udara Israel pada tahun 2007 yang menewaskan anggota keluarganya.
Ketajaman politiknya, dipadukan dengan koneksinya dengan mediator internasional, khususnya di Doha, menjadikannya sosok yang dapat diajak bekerja sama oleh Israel dan Hamas dalam perundingan gencatan senjata.
Baca juga: Bagaimana Yahya Sinwar Ditemukan? Pejabat Israel Sebut Kebetulan
Khaled Mashal
Khaled Mashal, yang memimpin Hamas selama lebih dari satu dekade dari tahun 2006 hingga 2017, tetap menjadi tokoh yang disegani dalam kelompok tersebut, meskipun ia tidak lagi disukai oleh beberapa faksi utama.
Selama kepemimpinannya, Mashal mengawasi beberapa tonggak sejarah militer dan politik Hamas yang paling signifikan.
Namun, penentangannya secara terbuka terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad selama perang saudara Suriah membuat hubungan dengan Iran, pendukung utama Hamas, menjadi tegang.
Sekarang berbasis di Qatar, Mashal mungkin masih memiliki pengaruh.
(Tribunnews.com/Whiesa)