Kiev Butuh 500.000 Tentara Baru: 'Tanpa Rekrut Wanita, Ukraina Akan Kalah'
Krisis pasukan tersebut yang menyebabkan banyak kekalahan di sejumlah peperangan. Beberapa kota Ukraina akhirnya lepas ke tangan Rusia tanpa perlawana
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Prajurit Ukraina terus berguguran mempertahankan negara dari serangan Rusia
Akibatnya, negara itu harus berpikir keras untuk mempertahankan negara akibat semakin krisis pasukan.
Krisis pasukan tersebut yang menyebabkan banyak kekalahan di sejumlah peperangan. Beberapa kota Ukraina akhirnya lepas ke tangan Rusia tanpa perlawanan yang berarti.
Baca juga: Bagaimana Nasib Gaza dan Ukraina di Tangan Donald Trump atau Kamala Harris?
Bahkan kota Ugledar dan Selidovo ditinggalkan oleh pasukan Ukraina karena mempertimbangkan keselamatan mereka akibat pertempuran yang tidak seimbang.
Salah satu anggota Verkhovna Rada atau parlemen Ukraina, Mariana Bezuglaya pun kembali mengusulkan agar mobilisasi militer juga mewajibkan kaum hawa turun menjadi tentara.
Anggota Partai Pelayan Rakyat ini mengatakan, tanpa mobilisasi seperti yang ia advokasikan, Ukraina “ditakdirkan kalah” dalam perang dan juga status kenegaraannya.
Menurutnya wanita pun memiliki kewajiban sama dengan pria dalam membela negara. "Saat ini kami memiliki diskriminasi ilegal terhadap pria," tulis Bezuglaya di saluran Telegramnya dikutip dari Russia Today.
Wanita yang merupakan orang kepercayaan Presiden Volodymyr Zelensky itu mengatakan, negaranya terus menerus mengalami kekalahan di medan peperangan. Tidak ada salahnya, kaum perempuan turut membantu dari belakang.
Ukraina saat ini mengizinkan perekrutan pria berusia di atas 25 tahun dan menerima sukarelawan wanita, tetapi Bezuglaya telah berulang kali menganjurkan perluasan wajib militer untuk kedua jenis kelamin atas nama kesetaraan.
"Selain itu, jika wanita dimobilisasi, lebih sedikit pria yang akan dimobilisasi - ini adalah salah satu alasan bagi pria untuk mendukung mobilisasi sesama warga negara [wanita]."
Baca juga: Zelensky akan Hadapi Masa Terburuk Jelang Musim Dingin, Apa Rencana Rusia di Ukraina?
Menurut anggota parlemen tersebut, wanita yang dimobilisasi harus ditugaskan untuk tugas-tugas di garis belakang, seperti juru tulis, petugas personalia, dan di unit keamanan, sehingga membebaskan para pria untuk dipindahkan ke tugas garis depan dan brigade tempur.
Yang lainnya dapat dikirim ke pabrik-pabrik militer untuk meningkatkan laju produksi.
“Perang tidak bisa menjadi urusan orang-orang pilihan, terutama jika itu bukan hanya tentang wilayah atau lingkup pengaruh, tetapi tentang keberadaan suatu negara dan hak untuk hidup,” tulis Bezuglaya.