Sejarah barcode yang dikira tanda antiKristus
Asal usul barcode alias kode batang sempat memicu kontroversi karena sinar laser untuk memindainya dianggap membahayakan mata. Tapi…
Dengan begitu, tidak masalah bila printer yang digunakan kelebihan tinta sehingga garis-garis barcode yang dicetak lebih tebal dari seharusnya. Secara umum, proses pemindaian tetap akan berjalan semestinya.
Setumpuk kontroversi
McEnroe mengenang bagaimana peluncuran barcode UPC disertai sejumlah kontroversi.
Orang-orang protes karena barcode membuat label harga tidak lagi ditempel di setiap produk di toko. Ia hanya ada di rak-rak tempat produk itu dipajang.
Saat itu, sejumlah serikat pekerja juga merasa teknologi pemindaian bakal mengambil alih jenis pekerjaan tertentu di supermarket—yang kemudian benar terjadi.
Ada pula kekhawatiran barcode akan mengaburkan harga produk.
Di masa lalu, kata McEnroe, pembeli terkadang mencari barang-barang lama di supermarket dengan label harga lama pula yang lebih rendah. Keberadaan barcode dirasa menghilangkan kesempatan berburu barang murah seperti itu.
Berbagai keresahan tersebut segera mereda, meski kemudian muncul kontroversi-kontroversi lain yang salah satunya bahkan memicu ketakutan soal akhir zaman.
Pada 2023, Jordan Frith, profesor ilmu komunikasi di Universitas Clemson di South Carolina, menerbitkan buku sejarah barcode
Dalam risetnya, ia menemukan artikel tahun 1975 dari sebuah publikasi berjudul Gospel Call yang menyatakan bahwa barcode adalah “tanda binatang buas” seperti yang disebutkan dalam nubuat akhir zaman di Kitab Wahyu—kitab terakhir dalam Perjanjian Baru Kristen.
“Binatang buas” yang dimaksud, yang terkadang diinterpretasikan sebagai Antikristus si anak iblis yang akan muncul jelang kiamat, disebut bakal memaksa orang-orang untuk menerima tanda di tangan kanan atau dahi mereka.
Dalam nubuat akhir zaman, hanya mereka yang memiliki tanda tersebut yang diizinkan untuk membeli atau menjual sesuatu.
Menurut artikel 1975 itu, barcode akan ditato dengan laser di dahi dan punggung tangan setiap orang untuk kemudian dipindai di kasir supermarket.
Meski terdengar aneh, hal ini tampak begitu melekat di benak banyak orang.
Buku The New Money System (1982) karya penulis evangelis Mary Stewart Relfe kian memopulerkan gagasan bahwa barcode UPC terkait dengan “tanda binatang buas”.
Apalagi, Relfe mengeklaim ada angka 666 tersembunyi di kedua ujung dan bagian tengah garis-garis barcode. Dalam nubuat di Kitab Wahyu, 666 disebut sebagai “bilangan si binatang buas”.
Padahal, garis di kedua ujung barcode berfungsi sebagai “pemandu” yang memberi tahu pemindai mana awal dan akhir urutan kode yang harus dibaca.
Namun, teori aneh ini masih beredar di berbagai sudut internet. Beberapa bahkan mengambil langkah ekstrem untuk menghindari barcode, termasuk anggota kelompok Kristen Rusia ortodoks yang dikenal sebagai Old Believers atau Pemercaya Lama.
Agafia Lykov, salah satu anggota kelompok itu yang hidup di wilayah terpencil di Siberia, Rusia, mengatakan bahwa barcode adalah “cap Antikristus”.
Ia bilang jika ada yang memberinya sesuatu, misalnya sepaket benih, dan ada barcode di situ, ia bakal mengeluarkan isinya lalu membakar bungkusannya.
Selain itu, pada 2014 sebuah perusahaan susu asal Rusia sempat mengunggah pernyataan di situs webnya yang menjelaskan mengapa ada tanda silang pada karton susunya.
Menurut perusahaan itu, seperti yang “sudah diketahui secara umum”, barcode adalah “tanda binatang buas”. Pernyataan itu kini telah dihapus dari situs web perusahaan.
McEnroe mengatakan ia sadar ada beberapa kepercayaan aneh terkait barcode.
“Itu bukan sesuatu yang bakal saya pikirkan," katanya.
Mengenai hal ini, Frith dari Universitas Clemson tampak heran.
"Agak aneh membayangkan sekelompok bos-bos toko kelontong seakan tengah memimpin jalan menuju kiamat,” ujarnya.
Namun, bisa dikatakan, memang ada sesuatu yang distopia tentang barcode. Bagi sebagian orang, ia bahkan dianggap simbol kapitalisme yang paling dingin atau tidak berperasaan.
Dalam film The Terminator, lengan mereka yang ditahan robot-robot pembunuh di dunia masa depan yang apokaliptik ditandai dengan barcode untuk keperluan identifikasi.
“[Tanda] ini dibakar [di lengan] menggunakan laser,” kata protagonis Kyle Reese di film itu.
“Beberapa dari kami dibiarkan hidup untuk bekerja, mengangkut mayat.”
Digunakan penjahat
Kini, sejumlah orang pun menggunakan barcode untuk kejahatan, terutama melalui kode QR.
Kode QR adalah jenis barcode 2D. Namun, alih-alih menggunakan garis-garis vertikal, ia terdiri atas kotak-kotak hitam dan putih yang disusun dalam pola yang bisa dibaca kamera ponsel pintar.
Dengan memindai kode QR, ponsel bisa diarahkan untuk masuk ke situs web berbahaya. Karena itu, kode QR terkadang digunakan peretas untuk melancarkan aksinya.
Menurut sejumlah laporan, barcode yang digunakan berjenis kode QR, yang dapat "menarik semua informasi" dari perangkat apa pun yang digunakan untuk memindainya. BBC belum dapat memverifikasi klaim ini.
Merombak industri, mengubah dunia
Meski barcode bisa menjadi alat melakukan kejahatan, dan sejumlah pihak percaya bahwa ia adalah penanda akhir zaman, teknologi ini kini mendukung ribuan proses industri dan komersial di seluruh dunia.
Barcode dan kode QR ada di berbagai kemasan paket yang Anda terima. Dan, sebuah paket dapat dipindai berulang kali dalam perjalanannya dari gudang ke rumah Anda, kata Frith dari Universitas Clemson.
Karena barcode memungkinkan penjual untuk melacak inventaris produk berskala besar, itu berarti para pemain di industri retail dapat mengoperasikan toko-toko besar dengan jumlah pegawai relatif sedikit, imbuh Frith.
“Tidak akan ada toko-toko super seperti itu atau yang semacamnya tanpa barcode,” ujar Frith.
“Ia mengubah bentuk fisik industri retail.”
Erin Temmen, manajer akun di perusahaan label Electronic Imaging Materials, menyampaikan hal senada.
Perusahaan Temmen memproduksi label barcode yang dapat berfungsi di hampir semua jenis lingkungan. Ini termasuk label tahan dingin yang tidak akan lepas dari peralatan berisi nitrogen cair dan label tahan zat kimia yang tetap kuat meski terkena cipratan zat berbahaya di laboratorium.
Perusahaannya juga memproduksi label barcode yang lebih reflektif, yang disebut Temmen dapat “meningkatkan jarak pemindaian”.
Dengan label tersebut, seseorang dapat memindai barcode bahkan dari jarak 14 meter. Ini memudahkan hidup pekerja toko yang, misalnya, mesti memindai barcode pada barang yang ditempatkan di rak tinggi.
Karena sifatnya yang serba guna, barcode dapat dimanfaatkan dalam beragam konteks.
B
Sistem pemindaian barcode juga diklaim telah menghemat ongkos layanan kesehatan hingga jutaan poundsterling.
"Saya berbicara dengan dokter dan para pegawai rumah sakit yang bertanggung jawab dalam pengelolaan inventaris,” kata Valentina Lichtner, dosen kesehatan digital senior di Universitas Leeds, Inggris.
“Mereka semua melaporkan manfaat [barcode]."
Kini, ia tengah meneliti dampak sistem pelacakan menggunakan barcode dalam proses layanan kesehatan.
Dan, saat barcode telah begitu menjamur, terbuka banyak kemungkinan untuk merancang gim dan pengalaman menarik menggunakannya.