Hari Pertama Makan Bergizi Gratis: Antusiasme Dibayangi Potensi Korupsi
Program Makan Bergizi Gratis resmi dimulai 6 Januari 2025, menyasar ribuan siswa di seluruh Indonesia. Dengan anggaran Rp71 triliun,…
Meski terbilang ambisius, pemerintah memastikan program ini berlangsung secara bertahap. Program makan bersama dibayari negara ini alokasi anggarannya bisa dianggap fantastis, Rp71 triliun untuk tahun 2025, dengan target menjangkau 15 juta penerima dari pelajar PAUD hingga SMA, ibu hamil dan menyusui, serta bayi dan balita.
Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengatakan, jika sudah berjalan secara menyeluruh, program makan ini akan menggelontorkan Rp400 triliun dalam setahun untuk 82,9 juta penerima. Angka ini sama dengan anggaran pembangunan infrastruktur di APBN 2025.
Sejak masa perencanaan, program ini menuai banyak pertanyaan, dari mekanisme pelaksaan hingga sumber anggaran yang digunakan. Meski diyakini dapat membawa manfaat besar, program ini juga menghadapi tantangan berupa potensi penyalahgunaan anggaran.
Menurut studi dari Center of Economic and Law Studies (Celios), model sentralistik yang saat ini dijalankan pemerintah di program ini punya celah korupsi sebesar 12% per tahun, atau setara Rp8,52 triliun dari total anggaran Rp71 triliun. Potensi ini muncul dari inefisiensi dalam pengadaan, distribusi, hingga pengelolaan anggaran.
Seperti diketahui, dalam model sentralistik ini, pemerintah pusat menggunakan satuan baru berupa SPPG, dan dengan melibatkan banyak institusi dari TNI hingga BUMN. Hal itu memungkinkan lebih terbukanya ruang inefisiensi.
Peneliti Celios, Media Wahyudi menyarankan agar mekanisme program ini diubah menjadi desentralistik, dengan menghilangkan peran dapur utama dan menyerahkan pengelolaan langsung kepada masing-masing sekolah. Model ini diproyeksikan dapat menekan potensi korupsi hingga 2,5% atau sekitar Rp1,77 triliun dari total anggaran.
Di sisi lain, Media Wahyudi juga meminta UMKM dan koperasi warga untuk benar-benar terlibat. "Jika melibatkan konsorsium besar dalam pengadaan bahan baku, dampaknya justru negatif bagi desa-desa. Kami mendorong agar konsorsium besar tidak mengontrol program makan bergizi gratis ini," kata dia kepada DW Indonesia.
Pemerintah diharapkan dapat menerapkan sistem yang lebih transparan agar tujuan utama program, yaitu pemenuhan gizi untuk meningkatkan kualitas SDM dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, dapat tercapai dengan maksimal. Media Wahyudi juga menegaskan perlunya evaluasi dan monitoring secara berkala, agar program ini efektif dan tepat sasaran meski dengan anggaran yang terbatas.
Editor: Arti Ekawati
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.