Sempat Dikira Amandel, Bocah Asal Kendal Jawa Tengah Meninggal Karena Difteri
Nyawa Mohamad Rindarta Nugraha, bocah asal Kendal Jawa Tengah tidak tertolong akibat terjangkit difteri.
Jane menambahkan sesuai SOP, jika ada satu saja kasus difteri, maka suatu daerah harus masuk kategori KLB.
Untuk menanggulangi, pihak Dinkes setempat wajib memberikan ulang vaksin difteri kepada seluruh penduduk.
Di sisi lain, pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Sumaryati menyatakan, difteri tidak akan terjadi jika seluruh masyarakat berhasil divaksin.
Kenyataannya, di lapangan, universal coverage immunization (UCI) seringkali tidak mencapai target.
Sumaryati melihat, difteri ada seiring dengan munculnya gerakan antiimunisasi.
Menurutnya, jika 80 persen saja masyarakat divaksin, seharusnya penularan difteri tidak terjadi.
Pihak dinas kesehatan, melalui puskesmas, sudah memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya imunisasi, seperti dengan program Germas (gerakan masyarakat) hingga door to door ke rumah-rumah warga.
Akan tetapi, program tersebut menurut Sumaryati masih belum maksimal, karena sumber daya manusia (SDM) di puskemas terbatas, terlebih setelah puskesmas melayani BPJS.
Sehingga dokter atau petugas puskesmas yang door to door ke rumah warga belum semuanya ada di berbagai wilayah, meski sudah ada iklan di TV.
Sumaryati menyoroti penyebab utama penularan difteri pada anak-anak adalah kurang pahamnya masyarakat, sehingga muncul gerakan antiimunisasi.
Ditambah tokoh-tokoh masyarakat yang mengatakan tidak perlu imunisasi anak, yang membuat banyak masyarakat ragu.
Menyikapi hal tersebut, Dinas Kesehatan mengaku sudah meminta bantuan dari MUI, lantaran antiimunisasi mencul karena faktor agama.
Meski demikian, Jane Soepardi mengaku belum ada perubahan signifikan dari masyarakat.
Menurut Jane, bahkan pernah ada satu sekolah dan satu pesantren yang menolak imuninasi, yang artinya ratusan anak bisa dengan mudah terjangit difteri dan penyakit lainnya.