Prisia Nasution Sadar Malas Gerak Tingkatkan Risiko Penyakit, Ini Hal Sederhana yang Dilakukannya
Aktris Prisia Nasution mengalami perbedaan gaya hidup saat kuliah di Jerman dan sekarang di Indonesia.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM – Aktris Prisia Nasution mengalami perbedaan gaya hidup saat kuliah di Jerman dan sekarang di Indonesia. Di Tanah Air, ia lebih bergantung pada mbak atau asisten rumah tangga.
"Padahal yang dikerjakan sama saja, beresin rumah atau apa. Saat di Jerman saya lakukan semuanya sendiri. Tapi di sini (Indonesia), dikit-dikit mbak," ujar Prisia kepada Kompas.com, belum lama ini.
Sebenarnya, sambung Prisia, tidak masalah meminta bantuan mbak dalam mengerjakan sesuatu. Namun, bagi mereka yang malas bergerak, sebaiknya mengurangi ketergantungan pada mbak.
"Mengerjakan pekerjaan rumah tangga itu bisa membuang kalori. Bagi mereka yang ingin membakar kalori tapi bingung mesti gimana, bisa dimulai dengan tidak tergantung pada mbak," ucapnya.
Baca: Tanggapan Istri Ustaz Solmed Soal Video Call dengan Wanita Lain
Baca: Wanita Ini Sadar Video Call-nya dengan Ustaz Solmed Timbulkan Fitnah
Baca: Klarifikasi Soal Video Call, Wanita Ini Minta Maaf ke Istri Ustaz Solmed
Misal, sesuatu yang bisa dikerjakan sendiri seperti mengambil gelas atau piring, lakukanlah sendiri. Ketika badan bergeser ke dapur untuk mengambil piring dan gelas, maka tubuh sudah bergerak.
Perempuan kelahiran Jakarta 1 Juni 1984 ini mengungkapkan, menggerakkan tubuh sangat penting. Itu pula yang membuat dirinya aktif dalam kampanye "Ayo Indonesia Bergerak".
Sebab gaya hidup sedentari atau malas gerak (mager), bisa meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, stroke, dan penyakit jantung.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dari Kementerian Kesehatan menunjukkan, 24,1 persen penduduk Indonesia menjalani perilaku sedentari lebih dari 6 jam perhari.
"Itu tidak baik. Jadi saya mengajak semua orang untuk aktif bergerak, setidaknya dengan tidak tergantung pada mbak," pungkasnya.
Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Di Indonesia, Prisia Nasution Tergantung sama “Mbak”"