Wajah Warga Tulungagung Bengkak dan Ketagihan Usai Minum Jamu, Ini Trik Aman Memilih Obat Herbal
Gara-gara rutin minum jamu herbal, MJ, seorang warga Tulungagung Jawa Timur mengalami penurunan kondisi kesehatan yang drastis.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, TULUNGAGUNG - Gara-gara rutin minum jamu herbal, MJ, seorang warga Tulungagung Jawa Timur mengalami penurunan kondisi kesehatan yang drastis.
Warga Desa Sobontor, Kecamatan Boyolangu ini wajahnya bengkak bagaikan orang yang mengalami obesitas, padahal kondisi tubuhnya kecil.
Kondisi ini dialami oleh MJ, semenjak rutin minum jamu herbal setiap kali merasa kurang sehat.
Jamu herbal diklaim sebagai jamu yang dibuat dari daun-daunan, tanpa tambahan obat kimia.
Jamu herbal ini memberikan efek seketika sata diminum untuk jenis penyakit apa pun.
"Misalnya sakit gigi minum, tidak lama kemudian bisa langsung sembuh," ujar warga lainnya bernama Gianto.
Tak Bermerek dan Beri Efek Ketagihan
Seperti jamu tradisional, jamu ini dikemas dalam bekas botol air mineral, tanpa merek dan tanpa daftar bahan yang dipakai.
Karena khasiatnya yang langsung bisa dirasakan, jamu herbal sangat diminati.
Setiap hari banyak orang yang membeli dalam kemasan botol, untuk dibawa pulang.
Menurut sejumlah mantan konsumen, jamu ini mempunyai efek kurang bagus, seperti efek ketagihan.
"Misalnya kalau tidak minum jamu ini rasanya badan kurang enak," ucap SMT, seorang ibu yang berhenti mengonsumsi jamu ini.
Wajah Bengkak karena Terpicu Obat Perangsang
Efek yang lebih dulu muncul adalah bengkak pada wajah.
Wajah kelihatan lebih gemuk atau tembem jika dibanding ukuran tubuh.
Kasi Farmasi dan Perbekalan Dinas Kesehatan Tulungagung, Masduki mengatakan, wajah yang tembem ini disebut moon face (wajah rembulan).
Moon face biasanya timbul karena efek obat perangsang nafsu makan, pegel linu atau rematik.
Masduki menegaskan, keberadaan jamu herbal ini dalam pantauan.
Sebab ada indikasi jamu ini mengandung bahan kimia obat.
"Namanya jamu dampaknya tidak mungkin langsung dirasakan seketika," ujar Masduki.
Trii Memilih Suplemen dan Obat Herbal yang Aman Dikonsumsi
Mengutip tulisan di Hello Sehat yang sudah direview dan diedit oleh: dr. Yusra Firdaus - faktanya tak semua obat herbal aman untuk dikonsumsi.
Pasalnya banyak produk herbal di pasaran yang diketahui mengandung bahan kimia yang dapat menyebabkan efek samping serius, seperti gangguan jantung dan tekanan darah.
Banyak pula produk suplemen tidak memiliki izin edar BPOM alias ilegal.
Untuk itu, Anda sebagai konsumen harus lebih bijak dalam memilih dan membeli obat herbal yang aman. Simak tipsnya di bawah ini.
Bagaimana cara memilih suplemen dan obat herbal yang aman dikonsumsi?
Berikut adalah tips memilih produk suplemen dan obat herbal yang aman berdasarkan pedoman dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
1. Cek kemasannya
Sebelum membeli, teliti dahulu kemasan produknya. Pastikan kemasan tidak robek, gompal, penyok, berlubang, berkarat, atau bocor.
Cek kapan produk tersebut dibuat dan kapan tanggal kedaluwarsanya.
Pastikan juga bahwa informasi berikut disertakan pada label semua suplemen herbal:
Nama suplemen
Nama dan alamat pabrik atau distributor
Daftar bahan komposisi lengkap — baik di brosur yang disertakan dalam kemasan atau tercantum di wadah
Saran penyajian, dosis, dan jumlah bahan aktif
Nomor izin edar BPOM
2. Baca labelnya
Baca dan teliti label kemasan. Apakah ada kontraindikasi dan larangan?
Seperti apa cara pakai yang benar, dan adakah batasan dosis per harinya?
Apa saja bahan aktif yang mungkin terkandung di dalamnya? Apakah Anda memiliki alergi terhadap salah satu dari komposisi yang tertera?
Apakah dokter atau kondisi kesehatan yang Anda miliki saat ini melarang Anda untuk mengonsumsi salah satu bahan yang ada?
Apa ada pantangan makanan, minuman, obat-obatan, dan aktivitas yang harus dihindari sewaktu minum obat herbal tersebut?
Produsen suplemen herbal bertanggung jawab untuk memastikan bahwa klaim yang mereka buat tentang produk mereka tidak salah atau menyesatkan dan didukung oleh bukti yang memadai.
Namun, mereka tidak diwajibkan menyerahkan bukti ini ke BPOM.
Oleh karena itu, meski terbuat dari bahan alami, banyak obat herbal yang mengandung senyawa kimia alami berpotensi menimbulkan risiko efek samping merugikan.
Temulawak diklaim ampuh sebagai obat peningkat nafsu makan dan mengatasi sembelit, namun temulawak memiliki sifat pengencer darah yang bisa menyebabkan perdarahan ginjal akut pada penderita penyakit hati. Suplemen daun dewa dan daun belalai gajah yang diklaim dapat mengobati kanker terbukti dapat menyebabkan keracunan hati.
BPOM telah menegaskan bahwa tidak ada jamu, suplemen herbal, maupun obat tradisional yang dapat menggantikan kemoterapi atau prosedur lainnya untuk menyembuhkan kanker.
3. Pastikan ada izin edarnya
Pastikan produk herbal yang ingin Anda beli memiliki izin edar dari BPOM.
Untuk memastikan keasliannya, Anda dapat mengecek nomor yang tercantum di tautan berikut http://cekbpom.pom.go.id/. Klik di sini untuk melihat daftar lengkap obat tradisional yang diakui BPOM. Untuk daftar obat-obat tradisional yang telah ditarik dan dilarang edar, Anda bisa kunjungi laman BPOM ini.
Jika Adnda menggunakan racikan dari herbalis, pastikan bahwa herbalis tersebut memiliki izin praktik dan terdaftar resmi di Dinas Kesehatan.
4. Lihat logo golongan obatnya
Berdasarkan ketentuan BPOM, obat tradisional dibagi menjadi 3 kategori, yaitu Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT), dan Fitofarmaka.
Agar sebuah obat herbal bisa dinyatakan aman, produk tersebut haruslah terlebih dulu dibuktikan keamanannya secara ilmiah melalui serangkaian uji klinis. Obat herbal juga harus diuji dosis, cara penggunaan, efektivitas, monitoring efek samping, dan interaksinya dengan senyawa obat lain. Fitofarmaka adalah satu-satunya golongan obat herbal yang telah lulus semua uji praklinis dan klinis pada manusia.
Sayangnya, kebanyakan obat herbal yang beredar di Indonesia tergolong dalam kategori jamu dan OHT. Keduanya merupakan jenis obat tradisional yang belum terbukti keamanannya berdasarkan uji klinis.
Khasiat OHT hanya dapat dibuktikan sejauh eksperimen pada hewan lab. Hasil percobaan inilah yang seringkali dijadikan dasar bahwa obat herbal dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Padahal, efeknya belum tentu sama pada manusia. Sementara itu, jamu yang biasanya menggunakan racikan resep turun temurun tidak memiliki dosis dan indikasi yang pasti. Ini bisa menimbulkan manfaat dan risiko efek samping yang berbeda untuk setiap orang.
Tak semua orang boleh minum jamu dan obat herbal
Mengonsumsi jamu dan obat-obatan herbal sebagai alternatif pelengkap dari obat sintetik (baik resep maupun nonresep) sebenarnya boleh dilakukan. Obat herbal racikan berupa rebusan relatif aman karena zat-zat toksik yang mungkin terkandung di dalamnya sudah mengalami perubahan struktur kimia sehingga aman untuk dikonsumsi. Namun obat herbal yang diracik dengan metode lain harus selalu dipertanyakan keamanannya.
Suplemen herbal biasanya baru menampakkan manfaatnya jika dikonsumsi rutin dalam jangka panjang. Hanya saja, perhatikan dosis dan waktu penggunaan jamu herbal jika Anda sedang menggunakan obat lain. Obat-obatan herbal jangan diminum sebelum obat medis untuk menghindari risiko interaksi senyawa kimia, dan sebaiknya dikonsumsi 1-2 jam setelah obat medis.
Karena itu obat herbal sebaiknya hanya dikonsumsi untuk menjaga kesehatan, pemulihan penyakit, atau menurunkan risiko dari penyakit — bukan untuk menyembuhkan. Untuk menyembuhkan penyakit dibutuhkan obat resep dokter dan penanganan medis.
Jadilah konsumen yang cerdas dan pilah-pilih mana obat herbal yang aman untuk dikonsumsi. Jangan terbutakan oleh rayuan iklan yang bombastis.
Artikel ini sebagain telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Jamu Herbal Marak Beredar di Tulungagung, Dinas Kesehatan Beri Peringatan Bahaya, Sudah Ada Korban