Anak dengan HIV Minum ARV untuk Dewasa karena Perusahaan Farmasi Tak Tertarik Impor
Natasya mengatakan ketidaksesuaian dosis obat yang digerus dapat memberikan efek samping yang lebih besar kepada anak dibandingkan orang dewasa
Editor: Deodatus Pradipto
Kondisi di lapangan, yaitu anak-anak dengan HIV mengonsumsi ARV untuk dewasa, sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Anung Sugihantono. Namun demikian, Anung mengklaim manfaat ARV untuk dewasa yang dipotong untuk anak-anak sama untuk anak-anak dengan HIV.
"Pasti sama karena isinya sama. Hanya presisi dari dosis yang ada itulah yang harus disempurnakan ke depan, baik cara memotong atau menyediakan untuk anak agar anak mau minum," kata Anung.
Natasya Sitorus mengatakan yang sebaliknya. Menurut dia konsumsi ARV dewasa untuk anak sama sekali tidak ada dampak baiknya. "Karena obat apapun, bahkan selain ARV, kalau tidak ada garis potongnya, sebenarnya tidak boleh dipotong," ujar Natasya.
Di Indonesia sebenarnya tersedia ARV untuk anak jenis sirup yaitu Zidovudine (ZDV). Ketersediaannya hanya nol bulan atau jumlahnya sesuai kebutuhan bulan itu saja.
Dari data Kementerian Kesehatan, saat ini ketersediaan ZDV mencapai 40.000 botol. Sebanyak 30.000 botol telah didistribusikan pada Oktober lalu. Menurut Anung saat ini pemerintah sedang berupaya agar industri farmasi dalam negeri bisa memproduksi obat-obat yang kebutuhannya masih terbilang jarang.
Menurut Natasya Sitorus jumlah permintaan ARV untuk anak yang sedikit membuat Kementerian Kesehatan enggan mengeluarkan uang khusus untuk obat anak. Dia mengatakan jumlah kasus anak dengan HIV yang hanya tiga persen di Indonesia menjadi pemicu utama Kementerian Kesehatan tidak ingin mengeluarkan uang untuk menyiapkan stok ARV pediatric.
"Kalau merujuk dari pendapat orang-orang di Kemenkes, mereka bilang ya seperti itu karena harganya mahal tidak mungkin mengeluarkan uang khusus untuk beli obat untuk anak yang jumlahnya hanya tiga persen," ujar Natasya.
Natasya mengaku tidak mengetahui apakah harga ARV anak itu lebih mahal atau tidak dari ARV biasa. Namun demikian, satu hal yang jelas adalah karena jumlah permintaan sedikit, maka dari pasarnya sendiri harganya akan mahal.
Lebih lanjut, Natasya berpendapat kalau Kemenkes menyiapkan stok terlalu banyak, justru membuat sebagian besar obat tersebut menjadi terbuang sia-sia karena kedaluwarsa.
"Terus kalau kita belinya terlalu banyak, dengan harga yang lebih murah, tidak mungkin kita biarkan sebagian besar obat itu terbuang expired karena kebutuhannya cuma sedikit," ujar Natasya.